Jumat 17 Jun 2011 16:07 WIB

Produsen Film Asing Wajib Buka Cabang di Indonesia

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad
Menkeu
Menkeu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menginginkan produsen film dari luar negeri untuk membuka cabang di Indonesia. Selain membuka perwakilan, mereka juga harus membentuk joint venture dengan pengusaha dalam negeri.

Hal itu agar ada pola distribusi yang lebih fair dan kepatuhan membayar kewajiban. "Mereka harus langsung buka di Indonesia," kata Agus di kantornya, Jumat (17/6).

Dengan begitu, produsen film bisa mengikuti aturan di Indonesia dan mencatatkan perusahaannya di pasar modal di bursa dalam negeri. Standar bekerja para produsen itu pun diharap bisa lebih baik.

"Kalau dia ada di sini, nanti dia menawarkan kepada pengusaha-pengusaha lokal bioskop untuk ayo kamu bikin, kamu bikin, karena mereka distribusi. Jangan ada istilahnya rente ekonomi yang tidak perlu," kata Agus bernada tegas.

Menurut Agus, distribusi film di Indonesia harus ditata ulang. Distribusi film perlu transparan dan mampu memberikan pasokan kepada industri bioskop yang lebih luas. Agus mengakui, industri bioskop saat ini pemainnya terbatas.

"Kita memahami bahwa yang menjadi importir juga merangkap sebagai distributor," katanya. Sehingga, bioskop baru yang akan dibangun tidak terjamin pasokan filmnya.

Di Indonesia terdapat 524 Pemda, di mana banyak sekali ibukota-ibukita yang belum ada bioskop. Oleh karenanya, Kemenkeu dengan Kembudpar dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sedang menyusun pengaturan distribusi film. Kemenkeu hanya berwenang mengatur dari sisi fiskal dan keuangan saja.

Agus menambahkan, di Indonesia juga belum ada penggandaan film seperti yang dilakukan negara lain, seperti Thailand. Dengan penggandaan ini, satu negara tidak mengimpor copy film dalam jumlah banyak, tetapi cukup mengimpor satu film sebagai master. Kemudian, digandakan di dalam negeri untuk menghidupkan ekonomi.

"Kalau seandainya ada permasalahan bea masuk yang belum dibayar, itu permasalahannya antara negara dengan importir. Bukan masalah negara Indonesia dengan negara asing. Atau masalah negara Indonesia dengan eksportir. Clear ya?," kata Agus ketika menjawab soal importir yang belum membayar kewajibannya. n ikh

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement