REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Angelina Sondakh, cemberut. Ia mengaku kecewa. Tepatnya, setelah menerima informasi tentang hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kinerja pengelolaan hutan mangrove di kawasan Selat Malaka yang diungkapkan pada Rapat Paripurna DPR RI (6/4).
"Masih ada kelemahan kebijakan dan sistem pengendalian intern serta ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku," kata legislator yang juga 'duta orang utan' se-dunia itu. Menurut aktivis lingkungan itu mengutip temuan BPK, hal tersebut mengakibatkan kegiatan rehabilitasi, pemanfaatan, perlindungan dan konservasi hutan mangrove belum efektif.
"Saya jelas agak prihatin dengan hasil pemeriksaan BPK atas kinerja pengelolaan hutan mangrove di kawasan Selat Malaka tersebut," tegas janda almarhum Adjie Massaid itu. Kesadaran yang kurang bagi pelestarian hutan mangrove, katanya, akan berdampak bagi minimnya pertahanan Indonesia terhadap bencana.
Menurut dia, Indonesia seharusnya banyak belajar dari kejadian bencana yang lalu seperti 'tsunami' Aceh dan Nias pada 2006 serta bencana tsunami Jepang pada tahun ini (2011). "Bahwa kerusakan yang besar dan korban yang banyak disebabkan semakin terbatasnya keberadaan hutan mangrove," katanya.
Padahal, menurutnya, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang sebenarnya sangat potensial untuk melestarikan hutan mangrove. Ia berharap pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup mulai sekarang bergiat segera merencanakan dan melaksanakan program bagi rehabilitasi hutan mangrove secara optimal.
"Ini penting sekali demi terciptanya alam yang bersahabat dengan manusia, sehingga dapat mendukung lestarinya ibu pertiwi," tambahnya.