REPUBLIKA.CO.ID, Dari waktu ke waktu, epidemi kesepian dilaporkan melanda warga lanjut usia (lansia) di berbagai belahan dunia. Laman Daily Mail melaporkan, satu dari 10 lansia berusia di atas 65 tahun di Inggris mengalami kesepian kronis.
Pakar antrolopogi sosial Jeannette Kupfermann menganalisis penyebab kondisi tersebut. Menurut ia, faktor utamanya adalah kurangnya komunikasi warga negara yang telah sepuh dengan anak mereka.
Kupfermann mendapati, banyak orangtua cenderung enggan (bahkan 'takut') menyampaikan kebutuhan kasih sayang dari anak. Para orangtua lebih suka mengalah, melihat anak-anak bahagia dalam dunia mereka sendiri.
Terlebih, kata ia, warga Inggris cenderung menempatkan posisi lansia jauh dari prioritas utama dalam kehidupan sibuk. Tak jarang yang mengirimkan orangtuanya yang sudah lanjut usia ke panti jompo dan enggan tinggal bersama.
Perempuan yang menamatkan studi formal di London School of Economics itu berujar, tidak seharusnya lansia diperlakukan demikian. Perasaan ditinggalkan dan tidak dilibatkan dalam berbagai keputusan penting keluarga bisa mengarah pada kesepian yang makin akut.
Orangtua atau kakek-nenek tentu ingin melihat tumbuh kembang keturunanya. Jikalau terpaksa hidup terpisah karena tak ada yang mengurus, ucap Kupfermann, hal-hal manis seperti rutin menelepon, makan siang bersama, kunjungan berkala, juga perayaan ulang tahun, sangat perlu dilakoni.
"Mereka adalah bagian dari keluarga, punya hak untuk dicintai dan dipedulikan, bagaimanapun kehadiran mereka yang membuat kita ada, menambah warna dan kekayaan tersendiri dalam hidup," ungkap penulis buku When the Crying's Done: A Journey Through Widowhood itu.