REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Shiddiq mengemukakan, pihaknya mempertanyakan kembali ditayangkannya program infotainment "Silet" di RCTI pada saat proses hukum atas kasus tayangan 7 November 2010 tengah berlangsung di Mabes Polri. Kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin, Mahfudz mengemukakan, RCTI terlalu berani menayangkan kembali "Silet" padahal Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah menghentikan tayangan itu.
KPI menghentikan program tayangan "Silet" karena pada edisi 7 November 2010 dinilai telah meresahkan korban letusan Gunung Merapi serta mengandung pelecehan agama. KPI kemudian melaporkan kasus itu ke Mabes Polri dan laporan tersebut masih diproses. Mahfudz menyatakan, langkah RCTI itu aneh. Padahal, KPI baik pusat maupun daerah, sudah memutuskan RCTI harus menghentikan tayangan "Silet" tersebut. "Jadi 'Silet' di RCTI ini aneh. Di mana KPI dan kepolisian sudah meminta untuk tidak menayangkannya, tapi malah berani menyiarkannya," katanya.
Mestinya, kata dia, RCTI mematuhi aturan itu karena KPI merupakan lembaga resmi pemerintah yang bertanggungjawab terhadap seluruh penyiaran di Indonesia. Karena itu, politisi PKS ini meminta agar RCTI menghormati keputusan KPI untuk tidak menyiarkan "Silet" yang sedang dalam proses hukum tersebut. "Kalau RCTI tetap menayangkan 'Silet', berarti melecehkan KPI dan karenanya KPI mesti bertindak. Memang ini masalah pelanggaran aturan yang ditetapkan KPI, tapi mestinya RCTI bisa menghormati itu," ujarnya.
Menurut Mahfudz Shiddiq, kasus ini memang ironi ketika KPI tidak bisa menegakkan fungsi kontrolnya terhadap siaran TV, karena kelemahan UU dan tafsir hukum. Karena itu, hal ini akan menjadi alasan yang kuat bagi DPR RI untuk memperkuat kewenangan KPI dengan melakukan revisi UU penyiaran.
Dikatakan, deliknya memang pelanggaran aturan tentang jurnalistik dan bukan pidana. Konsekuensinya, aparat kepolisian susah menjeratnya untuk menghentikan tayangan "Silet" RCTI tersebut. Yang pasti, seharusnya RCTI menghomati keputusan KPI agar masalahnya tidak berlarut-larut.
Iswandi Syafputra, komisioner KPI Pusat menegaskan penayangan kembali "Silet" RCTI tersebut sebagai pembangkangan industry televisi terhadap kewenangan KPI sebagai lembaga negara yang bertanggungjawab terhadap penyiaran. Tayangan "Silet" 7 November 2010 merupakan pelanggaran UU No.32/2002 tentang Penyiaran dan proses hukumnya masih berjalan di PTUN dan Mabes Polri.
Karena itu, kata Iswandi, kalau "Silet" tayang lagi pihaknya kahwatir hal itu akan mempengaruhi proses hukum yang sedang berjalan. "Jadi, KPI meminta RCTI menghormati keputusan institusi Negara yang berwenang mengatur penyiaran di Indonesia," kata Iswandi.