REPUBLIKA.CO.ID, Apakah hari yang paling sempurna bagi Hosni Mubarak? Hari ketika tak ada satu pun yang terjadi. Itulah guyonan Rakyat Mesir pada Desember 2010, sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk membuat hari-hari Hosni Mubarak penuh tekanan.
"Mereka adalah sekedar anak-anak muda yang tidak tahu dan tidak efektif," begitu tuding Menteri Dalam Negeri Mesir, Habib al-Adly kepada demonstran di Lapangan Tahrir, 25 Januari 2011 lalu.
Namun dalam waktu 18 hari, para demonstrans muda di Lapangan Tahrir, Kairo, menaikkan sekaligus mengubah sepenuhnya tatanan politik global.
Tidak sampai tiga pekan setelah demonstrasi damai dimulai, juga tidak sampai dua minggu setelah preman pro-pemerintah ditugaskan dengan onta dan kuda untuk mengusir pengunjuk rasa pergi, salah satu pemimpin paling becokol di Timur Tengah, sekaligus sekutu lama AS, Hosni Mubarak, pergi. Para pemimpin dunia Arab, mulai dari Maroko, Yaman, hingga Bahrain merasakan hawa panas.
Dari mana gelombang kemarahan ini datang? Mengapa ia dimulai dari Tunisia dan apakah artinya bagi banyak pihak?
Sebuah buku berjudul "Revolution in Arab World" (Revolusi di Dunia Arab) berisi laporan khusus yang ditulis oleh punggawa Foreigns Policy mengawali dengan pengungkapan di bab pertama yang menuturkan bagaimana suara gaduh revolusi pernah diabaikan, saat penulis dan pengamat independen Timur Tengah, Issandr El Amrani's, memprediksi dan memperingatkan Barack Obama pada Januari 2010.
"Mesir," tulisnya, "dapat menjadi bomb waktu yang membebani agenda internasional anda". Dalam buku juga mencantumkan penuturan ulang dari hari-ke hari yang dramatik mengenai pertempuran untuk mempertahankan Tahrir Square, pengakuan orang dalam Washington terhadap sikap bolak-balik Gedung Putih, dan perjuangan rakyat untuk menjaga stamina sekaligus pengamatan pakar dunia.
Mereka yang berkontribusi dalam buku tersebut adalah nama-nama yang dianggap kredibel dalam pemaparan fakta dan urusan Timur Tengah, mulai Issandr El Amrani, Karim Sadjadpour, Marc Lynch, Toby C. Jones, Ellen Knickmeyer, David Kenner, Christopher Alexander, Michael Koplow, Tom Malinowski, Steven Heydemann, Eric Goldstein, Ashraf Khalil, Amil Khan, Blake Hounshell, Peter Bouckaert, Tina Rosenberg, Maryam Ishani, Hugh Miles, James Traub, Robert D. Kaplan, Gary Sick, Elliott Abrams, Zalmay Khalilzad, Stephen Sestanovich, Aaron David Miller, Stephen M. Walt, Nathan J. Brown, Mohammed Ayoob, and David A. Bell.
Ada pula liputan mengenai kabar terkini di wilayah tersebut. Tokoh-tokoh itu menjadikan buku cukup menjanjikan sebagai bacaan bermutu. Buku ini bisa dianggap sebagai panduan untuk era revolusioner yang terjadi saat ini.
Laporan khusus dari Foreign Policy menawarkan 217 halaman berisi liputan berita, pandangan dan wawasan mengenai peristiwa dramatis yang dianggap belum tuntas di dunia Arab. Bab-bab merentang mulai dari pendapat pakar yang menangkap isyarat pertama dari pergolakan hingga detik ke detik dari Lapangan Tahrir. Bila anda penasaran dengan isi bab sebelum membeli, detail bisa dilihat di sini.