REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Penikmat cerita fantasi kerajaan bisa jadi pernah mengandaikan dirinya calon seorang raja yang akan menikahi putri cantik dan hidup bahagia kemudian. Bila mereka membaca hasil studi yang dipublikasikan Univertas Cambridge, mungkin mereka berpikir ulang untuk bercita-cita menjadi Raja.
Disebutkan dalam riset tersebut keselamatan hidup seorang anggota kerajaan lebih beresiko ketimbang prajurit yang ditugaskan di garis depan. Apa pasal, faktor tanggung jawablah yang membuat harapan hidup menjadi lebih pendek.
"Tingkat kematian kekerasan antara bangsawan Eropa lebih tinggi daripada untuk prajurit di peperangan modern," sebut studi tersebut seperti dikutip Dailymail, Senin (31/1).
Kriminolog Universitas Cambridge Manuel Eisner menemukan ancaman yang paling umum untuk penyebab kematian monarki adalah haus kekuasaan, dengan motif suksesi. Penyebab lainnya adalah perseteruan dengan kerajaan tetangga yang diikuti pula dengan aksi balas dendam.
Isner dalam bukunya yang berjudul "Membunuh raja" mencatat 22 persen kematian 1.513 raja di Eropa disebabkan kekerasan. Sementara 15 persennya merupakan akibat dari pembunuhan misalnya saja, 14 dari 15 raja Northumbria dibunuh pada abad kedelapan.
"Jumlah korban yang mencapai 15 persen sesuai dengan tingkat rata-rata 10 pembunuhan per 1000 tahun. Angka ini jauh lebih tinggi daripada tingkat pembunuhan bahkan untuk daerah yang paling bermasalah di dunia saat ini, "jelas Mr Eisner.
Dia menambahkan angka tersebut juga lebih tinggi dari ambang untuk korban prajurit dari garis terdepan dalam perang modern seperti perang dunia II. "Hal Ini menunjukkan persaingan intens yang dibalut kekerasan mendominasi sejarah elit politik Eropa." ujar dia,
Juga disebutkan Isneir, raja muda seperti Pangeran William dari Inggris sangat rentan terhadap kekerasan yang menyebabkan kematian. Masih ingin jadi raja?