REPUBLIKA.CO.ID, KHAU VAI--Menemui mantan kekasih sering disebut-sebut sebagai hal tabu yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Namun, tak selalu demikian bagi sebagian warga Vietnam dari beberapa suku.
Satu kali dalam satu tahun, seorang suami asal Vietnam, Lau Minh Pao mendapat restu dari istrinya untuk menemui mantan kekasihnya tanpa perasaan bersalah.
Pertemuan para mantan kekasih itu lebih seperti perjalanan memori dibandingkan perbuatan selingkuh yang intim. Kebiasaan itu merupakan salah satu tradisi yang hingga kini terus dilakukan di Vietnam utara di sebuah sudut pegunungan, yang dapat menjadi tantangan konsep cinta yang linear.
"Di masa lalu, kami adalah sepasang kekasih yang tidak dapat bersatu dalam pernikahan karena dipisahkan oleh jarak. Ketika kami bertemu, maka kami mengenang perasaan kami masing-masing saat jatuh cinta," ujar Pao ketika menunggu mantan kekasihnya di suatu malam di desa Khau Vai di Provinsi Ha Giang.
Pasangan Pao dengan sang mantan itu tak sendiri.
Selama dua hari setiap tahun, yaitu pada tanggal 26 dan 27 bulan ketiga dari tahun baru Imlek, desa kecil Khau Vai yang terletak di tepi gunung di dekat perbukitan Cina itu, berubah menjadi "pasar cinta".
Ratusan orang dari suku Giay, Nung, Tay, Dzao, San Chi, Lo Lo, Hmong dan lainya berjalan menyusuri kawasan pegunungan untuk bertemu. Istri Pao juga tampak berada disana untuk bertemu dengan kekasih lamanya. Sebagian yang datang bahkan berasal dari provinsi lain.
Tahun ini, artis lokal dengan pakaian warna-warni tampil disana untuk menceritakan asal mula dari desa Khau Vai sebagai pasar cinta.
Legenda menceritakan seorang gadis dari suku Giay di provinsi Ha Giang jatuh cinta dengan pria suku Nung dari provinsi lain yaitu Cao Bang.
Gadis itu sangat cantik sehingga suku asalnya tidak memperbolehkan dia menikah dengan pria dari suku lain sehingga timbul konflik berdarah dari dua suku tersebut.
Demi mencegah pertumpahan darah yang lebih banyak dan menjaga kedamaian antara dua suku, sepasang kekasih itu memutuskan untuk berpisah.
Namun, untuk menjaga cinta mereka maka mereka setuju untuk bertemu satu kali dalam satu tahun yaitu pada tanggal 27 setelah tahun baru Imlek di Khau Vai. Sehingga, desa perbukitan itu dikenal sebagai tempat untuk kekasih yang terpisah.
Hinggga kini tradisi tersebut masih dilakukan, meskipun makin tergeser dengan kebudayaan modern.
Masa Kini
Para wanita dengan pakaian tradisional membuat janji melalui telepon seluler dan mempertahankan kenangan pertemuan itu dengan foto digital.
Jalur jalan yang baru telah membuat desa yang berada 500 kilometer dari utara Hanoi makin mudah diakses. Dalam bahasa Nung, Khau Vai berarti "awan-awan diantara pegunungan".
"Generasi muda kini dapat dengan mudah bepergian bersama dengan lebih modern, bebas dan jelas. Dulu, para kakek dan nenek kami harus mengejar cinta mereka sembunyi-sembunyi," ujar Hua Thi Nghi dari suku Giay yang berusia 23 tahun.
Dibawah langit gelap, tampak sebagian pasangan yang melompat-lompat karena bahagia, sementara Pao masih mencari mantan kekasihnya.
"Kami telah berjanji untuk bertemu dan dia akan segera datang pada pukul 10 malam. Kami bertemu untuk bercerita kembali mengenai saat-saat kami tengah jatuh cinta," tutur Pao.
Namun, keesokan hari, Pao mengatakan pertemuannya dibatalkan dengan mendadak karena hujan deras. Tapi, Pao tak kecewa sebab akan selalu ada kesempatan lain pada tahun depan.