Kamis 27 Nov 2025 21:28 WIB

Begini Cara Melindungi Ananda dari Paparan Konten Negatif di Medsos

Sekitar 89 persen anak berusia 5 tahun ke atas sudah aktif di internet.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Seorang psikiater memeriksa pasien anak yang mengalami kecanduan gawai di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (ilustrasi).  Orang tua diimbau tidak lagi pasif, melainkan proaktif menerapkan batasan waktu layar dan pendampingan yang ketat, sekaligus memanfaatkan berbagai fitur keamanan demi melindungi generasi muda dari ancaman yang mengintai di dunia maya.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Seorang psikiater memeriksa pasien anak yang mengalami kecanduan gawai di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (ilustrasi). Orang tua diimbau tidak lagi pasif, melainkan proaktif menerapkan batasan waktu layar dan pendampingan yang ketat, sekaligus memanfaatkan berbagai fitur keamanan demi melindungi generasi muda dari ancaman yang mengintai di dunia maya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Arus deras informasi digital yang tak terbendung menempatkan anak-anak pada posisi yang sangat rentan terhadap paparan konten negatif. Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan 89 persen anak berusia 5 tahun ke atas sudah aktif di internet, sebagian besar mengakses sosial media, yang membuat mereka rentan terhadap risiko paparan konten negatif.

Menghadapi kondisi ini, pakar media sosial Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit; dan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), menggaungkan strategi pertahanan digital berlapis. Orang tua diimbau tidak lagi pasif, melainkan proaktif menerapkan batasan waktu layar dan pendampingan yang ketat, sekaligus memanfaatkan berbagai fitur keamanan demi melindungi generasi muda dari ancaman yang mengintai di dunia maya.

Baca Juga

Langkah pertama dan paling mendasar harus dimulai dari rumah, yaitu dengan mengendalikan waktu pemakaian gawai. Ismail Fahmi menekankan pentingnya mengatur screen time anak sesuai usia berdasarkan rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Anak di bawah dua tahun sebaiknya tidak dikenalkan gawai; usia 2-5 tahun maksimal satu jam; usia 6-12 tahun 1,5 jam; dan remaja maksimal dua jam.

Lebih dari sekadar membatasi waktu, peran orang tua dinilai harus proaktif. "Orang tua juga harus mendampingi anak saat mereka online. Jangan biarkan anak jalan-jalan sendiri di dunia digital. Ajak ngobrol apa yang mereka tonton, game apa yang mereka mainkan, dan pastikan mereka minta izin sebelum mengunduh aplikasi baru," ujarnya kepada Republika.co.id pada Rabu (26/11/2025).

Ia juga menyarankan orang tua untuk selalu mengarahkan anak ke konten yang aman, seraya mengajarkan tentang privasi. "Sampaikan bahwa nama lengkap, alamat rumah, nama sekolah, atau nomor telepon tidak boleh diberikan ke orang asing di internet, bahkan jika kelihatannya baik," kata Ismail.

Selain pendampingan manual, orang tua didorong untuk memanfaatkan fitur keamanan yang disediakan oleh platform, seperti Google Family Link untuk membatasi waktu dan mengatur aplikasi, lalu ada Screen Time (iPhone), dan Digital Wellbeing (Android). Atau bisa juga menggunakan aplikasi pihak ketiga seperti Bark, Kaspersky Safe Kids, Qustodio, atau OurPact. Menurut dia, semua tools ini bukan untuk memata-matai anak, tapi tujuannya adalah untuk membantu orang tua menjaga keamanan anak.

Inti dari semua upaya ini, kata Ismail, adalah membangun literasi digital sedari dini, idealnya setelah anak berusia dua tahun, dan dilakukan secara bertahap sesuai usia. Bagi anak usia sekolah dasar, misalnya, orang tua dapat mengajak mereka mengenali perbedaan antara informasi yang benar dan konten yang tampak meragukan.

Sementara pada tahap praremaja dan remaja, pembahasan diperluas ke isu serius seperti cyberbullying dan penipuan online. Yang terpenting, menurut Ismail, adalah membangun suasana yang membuat anak merasa aman untuk bercerita. "Keterbukaan antara orang tua dan anak menjadi kunci agar literasi digital berkembang sehat, sekaligus memastikan anak mampu menggunakan teknologi secara bijak dan terlindungi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement