Rabu 12 Nov 2025 15:55 WIB

Psikolog Sebut Gen Alpha Rentan Depresi, Ini yang Perlu Dilakukan Orang Tua

Meningkatnya kasus bunuh diri dinilai harus dipandang sebagai alarm darurat.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Gen Alpha rentan depresi (ilustrasi). Dalam sebulan terakhir, empat insiden dugaan bunuh diri anak terjadi di Sumatra Barat dan Jawa Barat.  Peristiwa ini dinilai menjadi sinyal darurat untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatan mental generasi muda, terutama generasi Alpha.
Foto: pxhere
Gen Alpha rentan depresi (ilustrasi). Dalam sebulan terakhir, empat insiden dugaan bunuh diri anak terjadi di Sumatra Barat dan Jawa Barat. Peristiwa ini dinilai menjadi sinyal darurat untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatan mental generasi muda, terutama generasi Alpha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus bunuh diri yang melibatkan anak dan remaja masih kerap terjadi. Dalam sebulan terakhir, empat insiden dugaan bunuh diri anak terjadi di Sumatra Barat dan Jawa Barat.

Peristiwa ini dinilai menjadi sinyal darurat untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatan mental generasi muda, terutama generasi Alpha, yaitu anak-anak yang lahir pada rentang tahun 2010 hingga 2024. Psikolog dan Manajer Center for Public Mental Health UGM, Nurul Kusuma Hidayati, menyebut meningkatnya kasus bunuh diri harus dipandang sebagai alarm darurat yang menunjukkan perlunya langkah cepat dan kolaboratif untuk melindungi kesehatan mental anak.

Baca Juga

"Ini sudah semacam wake-up call yang harus membuat semua pihak waspada. Sudah saatnya setiap elemen bangsa melihat kesehatan mental anak sebagai hal yang penting untuk diperhatikan. Anak tidak hanya perlu sejahtera secara prestasi, tetapi juga secara mental," kata Nurul dalam keterangan tertulis, dikutip pada Rabu (12/11/2025).

Menurut Nurul, generasi Alpha memiliki karakteristik unik yang membuat mereka lebih rentan terhadap tekanan psikologis dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka tumbuh dalam paparan teknologi digital sejak lahir, hidup di tengah banjir informasi, serta berinteraksi intensif di dunia maya.

Kondisi ini membuat mereka akrab dengan dunia digital, tetapi di sisi lain rentan kelelahan emosional (emotional burnout) bahkan depresi. "Mereka berisiko lebih dini mengalami kelelahan emosional, sementara kemampuan pengelolaan pikirannya belum matang. Kombinasi ini berpotensi membuat anak terjebak dalam tekanan mental yang berat hingga berujung pada tindakan ekstrem," kata dia.

Nurul mengungkapkan ada sejumlah tantangan besar dalam mencegah depresi pada generasi Alpha. Salah satunya adalah rendahnya literasi kesehatan mental masyarakat. Masih banyak orang tua dan guru yang belum memahami tanda-tanda awal gangguan psikologis pada anak.

Akibatnya, deteksi dini tidak terjadi dan masalah psikologis dibiarkan berkembang hingga mencapai titik krisis. Selain itu, komunikasi antar generasi yang berjarak juga menjadi tantangan tersendiri. "Kurangnya dialog yang empatik antara orang tua dan anak membuat proses pertolongan pertama psikologis tidak berjalan dengan baik," kata Nurul.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement