Selasa 08 Apr 2025 11:08 WIB

Perusahaan Ini Klaim ‘Ciptakan’ Serigala Dire, Spesies Punah 12 Ribu Tahun Lalu

Serigala dire dilaporkan terakhir terlihat di bumi lebih dari 12 ribu tahun lalu.

Serigala dire (ilustrasi). Perusahaan bioteknologi Colossal Biosciences Inc mengeklaim berhasil menciptakan tiga anak serigala dire. Spesies ini terkahir kali terlihat di bumi lebih dari 12 ribu tahun lalu.
Foto: Dok. Freepik/AI
Serigala dire (ilustrasi). Perusahaan bioteknologi Colossal Biosciences Inc mengeklaim berhasil menciptakan tiga anak serigala dire. Spesies ini terkahir kali terlihat di bumi lebih dari 12 ribu tahun lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Perusahaan bioteknologi Colossal Biosciences Inc., yang berbasis di Dallas, Texas, Amerika Serikat, mengumumkan terobosan baru dalam misi ambisiusnya untuk membangkitkan hewan-hewan yang telah punah. Perusahaan ini, yang sebelumnya dikenal karena upayanya menghidupkan kembali mammoth berbulu, mengeklaim berhasil "menciptakan"'tiga anak serigala dire, spesies yang terakhir kali terlihat di bumi lebih dari 12 ribu tahun lalu.

Serigala dire, yang popularitasnya meroket berkat serial fantasi "Game of Thrones", kini menjadi fokus utama Colossal dalam memanfaatkan teknologi penyuntingan gen mereka. Menurut Colossal, ketiga anak serigala dire tersebut, yang diberi nama Remus, Romulus, dan Khaleesi (nama yang diambil dari karakter populer di "Game of Thrones"), lahir dengan berat sekitar 80 pon (36 kikogram).

Baca Juga

Mereka saat ini tinggal di lokasi rahasia di Amerika Serikat dan diberi makan daging sapi, rusa, dan kuda, serta kibble yang diformulasikan khusus. Remus dan Romulus, yang merupakan saudara, diperkirakan 20 hingga 25 persen lebih besar dari serigala abu-abu, kerabat terdekat mereka yang masih hidup, pada usia yang sama. Colossal memperkirakan ketika dewasa penuh, mereka akan mencapai berat sekitar 140 pon (63,5 kg). "Jika kami berhasil, kami sedang membangun teknologi yang dapat membantu perawatan kesehatan manusia dan konservasi," ujar CEO Colossal, Ben Lamm, dilansir laman Times of India pada Selasa (8/4/2025).

Meskipun fokus perusahaan pada menghidupkan kembali hewan-hewan yang telah lama mati, termasuk dodo dan harimau Tasmania, telah menimbulkan skeptisisme dari para ahli paleo-genetika dan pertanyaan tentang etika manipulasi alam, hal ini tidak menghentikan para pendukungnya. Colossal juga mengeklaim telah berhasil mengkloning dan melahirkan dua anak serigala merah, spesies serigala yang paling terancam punah.

Teknologi penyuntingan gen yang dikembangkan oleh Colossal dipandang tidak hanya sebagai cara untuk menghidupkan kembali keajaiban prasejarah, tetapi juga untuk mengembangkan aplikasi yang menguntungkan di bidang kesehatan dan keanekaragaman hayati. Perusahaan ini berpendapat bahwa teknologi mereka dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah, termasuk penyakit genetik dan hilangnya habitat. Namun, para kritikus berpendapat bahwa upaya semacam itu dapat memiliki konsekuensi yang tidak terduga bagi ekosistem dan bahwa sumber daya yang lebih baik diinvestasikan dalam konservasi spesies yang masih hidup.

Pertanyaan etika yang muncul dari upaya membangkitkan spesies yang telah punah juga menjadi perdebatan hangat. Beberapa orang berpendapat bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan yang telah mereka lakukan pada alam, sementara yang lain khawatir tentang potensi gangguan ekologis yang dapat disebabkan oleh pengenalan kembali spesies yang telah lama hilang. Selain itu, ada kekhawatiran tentang kesejahteraan hewan-hewan yang dihidupkan kembali, terutama jika mereka tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan modern.

Meskipun demikian, Colossal terus maju dengan proyek-proyeknya, didorong oleh keyakinan bahwa teknologi mereka dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi umat manusia dan planet ini. Klaim keberhasilan mereka dalam mengkloning serigala merah dan melahirkan anak serigala dire menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mewujudkan visi mereka.

Namun, hanya waktu yang akan menentukan apakah upaya mereka akan berhasil dan apakah manfaatnya akan melebihi risikonya. Perkembangan ini terus memicu diskusi yang luas mengenai peran manusia dalam memanipulasi alam dan implikasi etis dari teknologi bioteknologi yang semakin canggih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement