REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mikroplastik dapat membuat bakteri lebih sulit dibasmi oleh antibiotik, menurut sebuah studi dari Boston University. Para peneliti menemukan bahwa bakteri yang menempel pada mikroplastik membentuk lapisan pelindung yang lebih kuat, sehingga mereka resisten terhadap obat.
Studi ini menggunakan bakteri Escherichia coli (E. coli) yang dapat menyebabkan berbagai infeksi seperti keracunan makanan. Peneliti mengamati bagaimana bakteri bereaksi terhadap berbagai tingkat paparan mikroplastik –potongan plastik berukuran mikro yang tersebar luas di lingkungan bahkan tubuh manusia.
Peneliti utama, Neila Gross, mengatakan bahwa mikroplastik menyediakan permukaan yang ideal bagi bakteri untuk menempel dan berkembang biak.
“Ketika berada di permukaan ini, bakteri menciptakan lapisan pelindung yang disebut biofilm, yang lebih kuat dan tebal. Hal ini mirip dengan rumah yang memiliki insulasi ekstra,” kata Gross seperti dilansir dari Euro News, Sabtu (15/3/2025).
Tim peneliti kemudian menguji empat antibiotik umum terhadap bakteri yang tumbuh di atas mikroplastik. Hasilnya menunjukkan, antibiotik menjadi jauh kurang efektif dibandingkan ketika bakteri berkembang di permukaan lain seperti kaca.
“Di antara berbagai mikroplastik yang diuji, polistirena memiliki dampak paling signifikan dalam meningkatkan resistensi bakteri,” kata studi yang dipublikasikan di jurnal Applied and Environmental Microbiology.
Resistensi antimikroba (AMR) telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai salah satu ancaman kesehatan masyarakat terbesar. Ketika bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik, infeksi yang sebelumnya dapat diobati bisa menjadi lebih mematikan.
Pada tahun 2020, lebih dari 865 ribu infeksi resisten antibiotik terjadi di seluruh negara Eropa, dan lebih dari 35 ribu orang meninggal karena infeksi tersebut.
Karenanya, temuan ini menambah bukti baru bahwa ancaman AMR adalah nyata. Profesor Muhammad Zaman dari Boston University menyoroti bahwa mikroplastik tersebar luas di lingkungan, terutama di daerah dengan sanitasi buruk.
“Ini bisa menjadi risiko yang lebih besar bagi masyarakat yang kurang beruntung, sehingga penting untuk memahami lebih dalam bagaimana mikroplastik dan bakteri berinteraksi,” kata dia.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa kelompok pengungsi lebih rentan terhadap resistensi antibiotik, karena kondisi hidup yang padat dan terbatasnya akses layanan kesehatan.