REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter gizi dr Davrina Rianda, M.Gizi mengatakan pemberian kental manis kepada anak dapat berdampak terganggunya preferensi rasa. Hal ini menyebabkan perilaku konsumsi makanan atau minuman manis berpotensi menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan.
Ia mengingatkan bahwa usia anak-anak merupakan masa krusial awal kehidupan yang akan menentukan preferensi terhadap rasa seperti apa yang disukai. Oleh sebab itu, menurutnya, kental manis tidak dianjurkan untuk diberikan pada anak berapapun jumlahnya.
“Apakah ada batasan bolehnya? Kalau saya boleh bilang, tidak boleh (memberikan susu kental manis kepada anak). Karena ini sebenarnya sama saja kita memperkenalkan es teh manis ke anak. Kita perlu melihat kental manis itu sebagai gula, mungkin itu cara lebih mudah untuk melihatnya karena kandungannya tinggi gula,” kata Davrina dalam diskusi daring yang diadakan Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) di Jakarta, Kamis (7/11/2024).
Peneliti dari Human Nutrition Research Centre (HNRC) IMERI-FKUI itu mengatakan sistem kerja otak pada usia anak-anak sebenarnya tidak bisa mengontrol keinginan untuk tidak mengonsumsi makanan/minuman manis dengan alasan yang rasional. Hal ini berbeda dengan orang dewasa yang sudah mampu mengambil keputusan setelah mengetahui berbagai konsekuensi.
“Anak tidak bisa mengontrol keinginan bahwa, ‘Oh, ini (konsumsi kental manis) tidak boleh karena nanti aku ada risiko metabolik’. Anak belum bisa sampai ke sana (proses kognitifnya). Kita jelaskan harus benar-benar secara real, belum bisa konsep abstrak,” jelas Davrina.
Berdasarkan hal tersebut, imbuh dia, maka akan menjadi lebih menantang untuk mengembalikan preferensi rasa yang lebih baik pada anak apabila orangtua sudah terlanjur memperkenalkan dan memberikan kental manis.
Davrina mengamini bahwa mengubah persepsi masyarakat bahwa susu kental manis bukanlah produk susu merupakan tantangan tersendiri. Oleh sebab itu, ia sepakat, produk yang selama ini dikenal susu kental manis (SKM) hanya perlu disebut dengan “kental manis” saja sebab produk tersebut tidak berubah menjadi susu setelah di seduh dengan air.
Susu yang sehat mengandung kalsium dan vitamin lainnya sedangkan kental manis tidak mengandung nutrisi tersebut. Ia mencatat, bahkan empat sendok makan kental manis setara dengan 19 gram gula.
Kebiasaan mengonsumsi makanan/minuman manis sejak usia dini berkolerasi erat dengan risiko obesitas atau kegemukan yang diikuti dengan potensi penyakit diabetes. Davrina mengatakan kebiasaan mengonsumsi kental manis juga berkaitan dengan risiko stunting. Kondisi ini semakin mengkhawatirkan sebab dapat menghambat tumbuh-kembang anak.
“Orang tua mungkin belum tahu bahwa di masa-masa awal kehidupan itu, metabolisme anak sedang diprogram. Jadi, kalau misalnya ada gangguan di awal kehidupan, itu dampaknya jangka panjang. Nanti ada risiko kencing manis dan penyakit tidak menular lainnya,” kata Davrina.