REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa Undang-undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA) dapat melindungi pasangan di Indonesia dari fenomena pasangan tidak ingin memiliki anak atau childfree. Pemerintah mendukung perempuan merasa nyaman dan tetap produktif meski sudah menjadi ibu.
“Childfree, kalau saya melihat (di Indonesia) masih aman. Angka kelahiran total atau TFR per provinsi, hanya dua provinsi saja yang TFR-nya di bawah dua. Melalui UU KIA, pemerintah mendukung perempuan merasa nyaman, jadi ketika dia punya anak, dia masih bisa berkarier, mempunyai kegiatan yang produktif,” ujar Bonivasius saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (12/7/2024).
Adapun saat ini, angka kelahiran total secara nasional berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yakni 2,18, artinya, setiap satu perempuan rata-rata melahirkan dua orang anak di masa reproduksinya.
Bonivasius menegaskan, Pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan terus menjaga agar fenomena childfree tidak sampai terjadi di Indonesia dengan menyiapkan berbagai regulasi yang ada.
“Kita terus menjaga agar fenomena ini tidak terjadi di Indonesia dengan regulasi-regulasi yang ada,” ucapnya.
Selain fenomena childfree, ia juga merespons terkait fenomena tidak hadirnya peran ayah di dalam pengasuhan anak atau fatherless. Untuk mengatasi kedua hal tersebut, menurutnya, pasangan perlu memiliki komitmen pengasuhan yang seimbang antara ayah dan ibu, dan BKKBN menguatkannya melalui program suami siaga.
“BKKBN memiliki program suami siaga, jadi UU KIA dan suami siaga ini kami harap bisa saling melengkapi,” kata dia.
Sebelumnya, dalam rangka memperingati Hari Kependudukan Sedunia yang jatuh setiap tanggal 11 Juli, Bonivasius juga menyampaikan pentingnya data kependudukan yang inklusif untuk mendukung kehamilan ibu yang aman demi menekan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) saat ibu melahirkan.
“AKI dan AKB menjadi salah satu indikator yang membutuhkan data inklusif. Memang saat ini AKI dan AKB di Indonesia sudah turun, tetapi penyebabnya berbeda-beda. Menjadi tantangan tersendiri bagi kita di Indonesia untuk menurunkan AKI dan AKB,” ucapnya.
Menurutnya, integrasi data yang inklusif dapat mendukung kehamilan yang berdasarkan pilihan, bukan kebetulan.
Selain itu, program kontrasepsi atau keluarga berencana (KB) yang dimiliki oleh BKKBN dapat menjadi salah satu cara untuk mendukung kehamilan berdasarkan pilihan.
“Kelahiran anak berdasarkan pilihan, program kami menjadi satu cara. Kepala BKKBN selalu dr. Hasto Wardoyo selalu menekankan, kalau mau hamil jangan main-main, kalau main-main jangan hamil, jadi kalau mau berdasarkan pilihan, kalau memang ingin merencanakan kelahiran itu dengan KB atau family planning,” tuturnya.