Rabu 08 May 2024 04:09 WIB

Jadi Sebetulnya Musik Halal atau Haram?

Perdebatan halal-haram soal musik viral di media sosial.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Reiny Dwinanda
Mendengarkan musik (ilustrasi). Perdebatan mengenai halal-haram musik dalam pandangan Islam dinilai  tidak produktif dan tidak memberikan solusi apapun.
Foto: www.freepik.com
Mendengarkan musik (ilustrasi). Perdebatan mengenai halal-haram musik dalam pandangan Islam dinilai tidak produktif dan tidak memberikan solusi apapun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak akhir April 2024, warganet di media sosial X (dulu bernama Twitter) ramai berdebat mengenai halal atau haramnya musik dalam perspektif Islam. Perdebatan itu muncul menyusul unggahan cuplikan ceramah ustadz Adi Hidayat tentang musik yang dinilai sebagian orang menghalalkan musik.

Sebetulnya, musik halal atau haram menurut Islam? Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Seni, Budaya, dan Peradaban Islam, KH Dr Jeje Zaenudin menyebutkan debat soal halal dan haramnya musik merupakan debat yang tidak produktif dan tidak memberikan solusi apapun.

Baca Juga

"Meskipun ada manfaatnya, tetapi itu perdebatan yang tidak produktif dan tidak memberi solusi, malah berdampak pro-kontra di kalangan masyarakat awam yang diikuti dengan saling mecela dan menghakimi antara yang pro dan kontra," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (7/5/2024).

Ketua Umum PP Persis itu menilai polemik masalah hukum musik dan lagu hanyalah mendaur ulang perdebatan masalah fikih klasik. Perdebatan ini sudah ada sejak berabad-abad lalu.

Kiai Jeje mengatakan, adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama sejak zaman dahulu menunjukkan bahwa masalah musik dan lagu tidak ada dalil yang qath'i dan sharih atau dalil yang secara pasti dan tegas dari Alquran, hadits, ataupun ijmak ulama tentang pengharamannya secara mutlak. Sebab, jika ada dalil yang pasti, jelas, dan tegas dari Quran, hadits, ataupun Ijmak, tidak mungkin terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama sejak zaman dahulu.

"Semua dalil yang dijadikan sandaran bersifat zhanny, atau dalalah -dalil- yang penafsirannya bersifat ijtihady atau subjektif. Oleh sebab itu, sepatutnya kita semua bersikap tasamuh atau toleran terhadap pendapat yang berbeda," katanya.

Menurut Kiai Jeje, memaksakan kehendak untuk membuat orang lain tunduk dan hanya mengikuti pendapat suatu kelompok mazhab tertentu yang dikalim paling benar merupakan sebuah sikap yang arogan dan tidak bijak. Seharusnya, masyarakat pada saat ini mencari solusi dari fenomena dan fakta berkembangnya industri musik dan nyanyian yang telah menjadi bagian budaya kehidupan masyarakat manusia secara global.

Kiai Jeje mengingatkan, tidak bisa dipungkiri, sebagian musik itu cenderung merusak akhlak, moral, dan keadaban masyarakat. Itu tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengeneralisasi hukumnya bahwa segala jenis musik dan lagu adalah haram.

"Dari tinjauan filosofi dan normatifnya, musik dan nyanyian atau lagu adalah bagian dari ekspresi naluri keindahan dalam diri manusia, sedangkan naluri keindahan itu sendiri adalah bagian dari fitrah penciptaan manusia," katanya.

Kiai Jeje juga menerangkan bahwa keindahan merupakan sifat dan perkara yang dicintai Allah. Dalam hadits sahih, Rasul SAW bersabda bahwa Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan, dan musik maupun lagu adalah ekspresi fitrah manusia tentang keindahan suara dan nada.

"Maka menjadi tugas para ulama kita memberi solusi, bimbingan, dan arahan kepada umatnya, bagaimana perkembangan seni dan budaya itu berada dalam relnya sebagai ekspresi fitrah naluriah yang Allah karuniakan kepada manusia, agar tidak melanggar akidah dan syariah agama-Nya," tutur Kiai Jeje.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement