Kamis 29 Feb 2024 19:02 WIB

Potongan Video 'Tukar Pasangan' Gus Samsudin Viral, Kontennya Termasuk Penistaan Agama?

Bersenda gurau dengan ajaran Islam termasuk hal yang dilarang.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Reiny Dwinanda
Samsudin Jadab alias Gus Samsudin (kiri) diperiksa sebagai saksi terkait konten boleh tukar pasangan. Samsudin diperiksa di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (29/2/2024).
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Samsudin Jadab alias Gus Samsudin (kiri) diperiksa sebagai saksi terkait konten boleh tukar pasangan. Samsudin diperiksa di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (29/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jagat maya dihebohkan dengan munculnya sebuah video yang menampilkan sosok seorang yang berpenampilan seperti kiai yang dinilai menyebarkan aliran sesat lantaran menghalalkan bergonta-ganti pasangan atau bertukar istri. Video yang viral tersebut dibuat oleh Samsudin alias Gus Samsudin lalu diunggah akun YouTube Mbah Den (Sariden).

Lewat akun Youtube Mbah Sariden, Gus Samsudin melakukan klarifikasi bahwa video tersebut merupakan bentuk edukasi atau hiburan semata. Dia menjelaskan, adegan dalam video tersebut adalah settingan.

Menurut Gus Samsudin, video itu dipotong oleh beberapa orang. Karena itu, muncul tuduhan bahwa peristiwa yang ada di video tersebut terjadi di dalam pondok pesantren.

Terlepas dari dalih Gus Samsudin, apakah konten semacam itu termasuk penistaan terhadap agama? Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) Dr KH Jeje Zaenudin menjelaskan, apa pun niat dan motivasinya, kalau di dalamnya mengandung sikap dan materi mencemoohkan, mempermainkan, bersenda gurau dengan nilai-nilai ajaran Islam maka itu akan termasuk penistaan dan pelecehan terhadap ajaran agama.

"Kita tahu bahwa Islam melarang dan mengharamkan kita bersenda gurau, bercanda, bermain-main, dan menganggap sepele isu-isu yang sudah jelas-jelas tegas di dalam ajaran Islam, seperti haramnya perzinaan, haramnya gonta-ganti pasangan, yang itu melanggar prinsip-prinsip hubungan di dalam ajaran Islam," ujar Kiai Jeje  saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (28/2/2024).

Kiai Jeje mengatakan penentuan apakah penistaan dan pelecehan agama itu termasuk berat atau ringan itu dipengaruhi oleh motivasi dan konten itu sendiri. Selain itu, ia mengingatkan bahwa konten media sosial rentan untuk dimanipulasi, di-framing, dan kemudian disebarluaskan secara bebas tanpa mengindahkan aturan.

Kiai Jeje menyebutkan, andakan konten itu bagus, barang kali walaupun dipotong-potong atau diedit tetap tidak akan memberi peluang dan dampak untuk di-framing untuk tujuan yang buruk dan untuk maksud yang tercela.

"Oleh sebab itu, secara etika bermedia sosial di dalam ajaran Islam, itu pun sudah suatu yang keliru dan salah, di mana menjadikan konten dalam media sosial diambil dari nilai-nilai ajaran Islam yang sensitif, yang mudah disalahpahami oleh masyarakat," ujar Kiai Jeje.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement