Rabu 28 Feb 2024 20:34 WIB

Awal Mula Penganiayaan Santri di Kediri. Pengacara Klaim dari Nasihat Shalat Berjamaah

Pengacara pelaku sebut penganiayaan berawal dari korban tak manut saat dinasihati.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Teguh Firmansyah
Garis Polisi (ilustrasi)
Foto: Antara/Jafkhairi
Garis Polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rini Puspitasari, pengacara dari empat tersangka mengungkapkan motif penganiayaan di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri  yang mengakibatkan BBM (14) meninggal dunia. Rini menjelaskan, pelaku penganiayaan adalah sepupu dan tiga senior korban. Keempatnya jengkel lantaran korban sulit dinasehati untuk shalat berjamaah.

"Keterangan anak-anak (empat tersangka) mengakui memukul dan tidak niat biar korban sampai gimana (meninggal). Itu benar-benar emosi sesaat, karena korban diomongin tidak manut (nurut)" kata Rini, Rabu (28/2/2024).

 

Rini menjelaskan, berdasarkan keterangan para tersangka, perkelahian dimulai saat para tersangka mengetahui korban tidak shalat, tepatnya pada Rabu (21/2/2024). Awalnya, kata Rini, yang mengetahui korban tidak shalat adalah AK yang merupakan seniornya, dan AF yang merupakan sepupunya.

 

"Korban itu baru sembuh dari sakit. Kemudian beberapa hari tidak sekolah dan tidak shalat jamaah. Mereka ini kan satu kamar. Ditanyai, kamu kenapa tidak shalat? Korban jawabnya itu tidak nyambung," ujar Rini

 

Setelah itu, lanjut Rini, para pelaku menasehati korban. Mereka memerintahkan supaya korban ikut shalat berjamaah. Tidak puas dengan jawaban korban, tersangka kemudian memukul dan menampar korban. 

 

"Kamu shalato (harus shalat). Waktu diomongi itu, cuma iyo-iyo (iya-iya). Mungkin karena jawabannya itu, sempat emosi. Kemudian dipukul dengan tangan kosong dan ditampar," ucap Rini.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement