Rabu 21 Feb 2024 19:08 WIB

Pola Asuh Seperti Ini Efektif Cegah Anak Jadi Pelaku Bullying

Pelaku perundungan di Binus School Serpong dikeluarkan dari sekolah.

Siswa mengikuti aksi cap tangan saat deklarasi anti bullying. Remaja butuh merasa tergabung ke satu kelompok sebagai bagian dari jati dirinya.
Foto: ANTARAFOTO/Maulana Surya.
Siswa mengikuti aksi cap tangan saat deklarasi anti bullying. Remaja butuh merasa tergabung ke satu kelompok sebagai bagian dari jati dirinya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua diserukan agar selalu mengawasi dan memperhatikan segala sikap dan perilaku anak serta lingkungan sekitar. Dengan begitu, ayah dan ibu dapat dengan mudah mendeteksi adanya perubahan perilaku anak.

"Keluarga memiliki peran utama dalam memberikan pengawasan terhadap perilaku dan tumbuh kembang anak dengan rutin melakukan deteksi dini terhadap potensi-potensi perilaku berisiko dan pencegahan kondisi serupa di lingkungan terdekat anak maupun masyarakat," kata Plh Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Rini Handayani dalam keterangan di Jakarta, Rabu (21/2/2024).

Baca Juga

Hal tersebut dikemukakan menanggapi kasus perundungan anak di salah satu SMA di Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Menurut Rini, pola pengasuhan positif dan komunikasi terbuka dengan anak menjadi kunci dalam pencegahan terpaparnya perilaku negatif pada anak.

Rini mengatakan perundungan merupakan salah satu bentuk tindakan agresif atau kekerasan yang melibatkan ketidakseimbangan kekuatan, sehingga merugikan orang lain. Ketidakseimbangan kekuatan itu dapat diartikan sebagai orang yang menggunakan kekuatan mereka, seperti kekuatan fisik, akses informasi yang cenderung memalukan, atau popularitas untuk mengendalikan atau membahayakan orang lain.

"Usia korban dan para terduga terlapor ini adalah usia remaja, di mana mereka sedang mengalami masa transisi dari anak-anak menuju dewasa," kata Rini.

Pada masa remaja, lanjut Rini, anak-anak cenderung mengalami emosi yang fluktuatif dan menggebu-gebu. Terkadang, polah tersebut menyulitkan bagi dirinya sendiri ataupun orang tua dan sekitar.

Fluktuasi emosi yang dirasakan oleh para remaja ini dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti hormonal, tekanan sosial, dan perkembangan identitas. Rini menyebut tindakan yang dilakukan oleh para terduga terlapor pun sangat mungkin dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk nilai-nilai pribadi, norma sosial, tekanan dari teman sebaya atau lingkungan, hingga pemrosesan informasi yang salah.

"Hal tersebut menimbulkan perilaku pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang," kata Rini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement