REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) mengeluarkan pernyataan sikap untuk menanggapi pernyataan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang disampaikan pekan lalu. AKSI menilai, pernyataan LMKN perlu diluruskan.
Sebelumnya, LMKN menyatakan siapa pun yang melakukan direct license dapat dikenakan sanksi pidana maupun perdata sesuai dengan pasal 119 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Isi pasal tersebut berbunyi “Setiap lembaga manajemen kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari Menteri sebagai mana dimaksud dalam pasal 88 ayat (3) dan melakukan kegiatan penarikan royalti dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)”.
Ketua AKSI, Satriyo Yudi Wahono atau Piyu, mengatakan direct license adalah sistem lisensi dan pembayaran royalti langsung antara masing-masing pencipta individu dan pengguna karya cipta. Dia menyebut, pencipta lagu yang melakukan direct license secara individu sudah bisa dipastikan tidak melanggar Undang-Undang Hak Cipta.
“Justru hal ini dapat menjadi solusi untuk mengatasi kelemahan LMKN dalam mengumpulkan royalti dari live performing atau konser-konser," kata dia dalam acara jumpa pers AKSI di Jakarta, pada Senin (22/1/2024).
Piyu menjelaskan, direct license adalah sistem atau skema dan bukan lembaga manajemen kolektif seperti yang disebutkan di dalam pasal 119 yang disebutkan oleh LMKN saat itu sehingga ancaman pidana pada pasal 119 tersebut menjadi tidak berlaku ,” kata Piyu dalam acara jumpa pers AKSI mengenai Direct License di Jakarta, Senin (22/1/2024).
Dia kemudian menegaskan, AKSI adalah sebuah asosiasi berbadan hukum yang menaungi pencipta lagu di seluruh Indonesia. Peran dan fungsi AKSI adalah untuk memberikan informasi, edukasi, inovasi, literasi, bahkan konsultasi dan bantuan hukum, khususnya terkait isu-isu mengenai hak cipta di Indonesia.
“Oleh karena peran dan fungsi tersebut, AKSI memberikan informasi dan edukasi kepada anggotanya bahwa ada sistem direct license yaitu sistem license dan pembayaran royalti langsung antara pencipta dan pengguna karya cipta. Sistem direct license ini dirasa sangat efektif, efisien, tepat sasaran, dan hasil royaltinya dapat dirasakan langsung oleh penciptanya,” ujar gitaris band Padi Reborn ini.
Selain itu, pria berusia 50 tahun menyebutkan sistem direct license sudah dijalankan di beberapa negara dengan terlebih dahulu melakukan option out untuk royalti live performance dari lembaga manajemen kolektif. Contohnya, option out dilakukan oleh LMK PRS di Inggris dan ASCAP di Amerika.
“Usulan opt out dan direct licensing sudah dikaji legalitasnya, kelayakannya, dan akuntabilitasnya,” kata Piyu.
“Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran lagi bagi yang belum mengetahuinya. Pada akhirnya anggota AKSI memahami bahwa ada sistem lain yang bisa diterapkan selain sistem lisensi dan pembayaran royalty blanket license seperti yang selama ini dijalankan oleh LMKN atau LMK,” kata dia lagi.