REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Jakarta termasuk kota dengan biaya hidup paling tinggi di Indonesia mencapai Rp 14 juta. Biaya itu mencakup untuk pengeluaran rumah tangga, termasuk harga sewa rumah.
Menurut Aghniya Ilma Hasan, pendiri platform edukasi dan literasi finansial syariah Sharians.co, survei tersebut adalah angka untuk pengeluaran rumah tangga. Untuk per individu, biaya tersebut mungkin masih bisa diperdebatkan.
"Tapi kalau statusnya keluarga, punya anak siap sekolah, misalnya, Rp 14 juta udah mepet untuk kebutuhan primer yang sifatnya darurat, tandanya tidak bisa survive kalau kebutuhan itu tidak terpenuhi, termasuk cicilan KPR, makan sehari-hari, pakaian dan lain-lain," kata Aghniya saat dihubungi, akhir pekan kemarin.
Menurut dia, belum lagi biaya yang sifatnya uang transportasi hingga kebutuhan orang tua. Bahkan ada dana pendidikan anak yang perlu dipenuhi.
Kemungkinan untuk generasi sandwich harus memberi memberikan sebagian gaji kepada orang tua. Jadi inilah faktor-faktor yang bisa membedakan pengeluaran setiap individu.
Tetapi angka Rp 14 juta masih sangat mungkin untuk biaya hidup sebuah keluarga di Jakarta. Namun apabila pengeluarannya berlebihan, gaya hidup tinggi, belum lagi punya harapan memenuhi kebutuhan lebih tinggi untuk anaknya, baik untuk sehari-hari maupun pendidikan, bisa jadi angkanya lebih tinggi.
Karena itu bergantung kondisi setiap orang, di mana Rp 14 juta bisa sangat pas-pasan, cukup atau masih dapat menabung. Ada juga yang punya gaji Upah Minimum Regional (UMR), sekitar Rp 4,9 juta, tapi ternyata cukup untuk hidup di Jakarta.
"Jadi masih tergantung kondisi ekonomi masing-masing," lanjut Aghniya yang juga Certified Islamic Money Manager (CIMM).
Perhitungan khusus boleh dibilang tidak baku karena kembali kepada kondisi ekonomi setiap individu, cukup atau tidak. Menurutnya, apabila pengeluaran rigid, yang bisa dilakukan adalah tidak hanya mengandalkan single income.
Contohnya suami hanya berpenghasilan....