REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sumber terbesar terhadap polusi udara di DKI Jakarta adalah transportasi. Alhasil, muncul wacana terkait penerapan bekerja dari rumah (work from home/WFH) bagi sebagian pekerja di Jakarta.
Menurut Direktur Utama RSUP Persahabatan Prof Dr dr Agus Dwi Susanto SpP(K) FISR FAPSR, penerapan WFH tentu bisa menjadi salah satu upaya mengurangi emisi kendaraan. Diharapkan penerapan WFH dapat menekan sebagian populasi untuk darang ke Jakarta. “Populasi akan berkurang sehingga polutan berkurang,” kata Prof Agus dalam pertemuan virtual di Jakarta.
Kemudian bagi populasi khusus dalam kategori rentan, seperti ibu hamil, usia lebih tua, bisa mendapatkan manfaat dari penerapan WFH. Selain itu, juga berdampak positif bagi yang memiliki penyakit dasar.
Dia menjelaskan ada riset luar negeri yang menyatakan bahwa WFH memang tidak bisa mengurangi secara penuh polusi, tetapi hanya salah satu upaya. Maka perlu dilihat nantinya ketika WFH sudah diterapkan, bisa dievaluasi. “Kalau berkaca ketika Lebaran 2023 ternyata polutan Jakarta masih tinggi. Itu gambaran saja sebagian orang tidak di Jakarta, tapi polutan tetap buruk,” kata dia melanjutkan.
Oleh karena itu, menurut dia, upaya dan langkah yang perlu diambil untuk mengatasi polusi tidak bisa berdiri sendiri. Artinya bukan hanya dibutuhkan WFH, tetapi juga regulasi lainnya.
Meski demikian, inisiasi WFH perlu diapresiasi sebagai bentuk upaya mengurangi polutan. Langkah tersebut perlu diikuti dengan peraturan yang lain. “WFH saja tidak cukup tapi harus ada langkah lain mengurangi emisi misalnya pembatasan kendaraan, 3 in 1, gerakan angkutan umum dan lainnya,” kata Prof Agus menambahkan.
Polusi udara semakin meningkat di Jakarta dan memasuki kategori buruk hingga tidak sehat. Menurut IQAir, tingkat di Indonesia menempati posisi kelima terburuk di dunia.