Selasa 01 Aug 2023 07:41 WIB

BMKG: Tahun Ini Kita tidak Alami El Nino Kuat

Sebagian wilayah Indonesia sudah memasuki dampak El Nino di Juli.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus Yulianto
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi El Nino yang berbarengan dengan Indian Ocean Dipole (IOD) positif di musim kemarau kali ini memang perlu diwaspadai. Apalagi, El Nino di Indonesia pada tahun ini bisa menyebabkan kondisi iklim lebih kering dibanding beberapa tahun lalu.

Meski demikian, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, dibanding wilayah lain, Indonesia disebutnya tidak akan mengalami El Nino moderat ke arah kuat. "Jadi karena kita lautan luas, inilah yang menolong. Akibatnya, El Nino kita adalah lemah sampai moderat. Insya Allah tahun ini kita tidak alami El Nino kuat,” kata Dwikorita di Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023).

Dia mengigatkan, kondisi El Nino yang menyebabkan Indonesia lebih kering perlu diwaspadai. Apalagi, sebagian wilayah Indonesia sudah memasuki dampak El Nino di Juli dan lebih semakin parah hingga Oktober.

“Karena dua-duanya (EL Nino-IOD) berperan bersama, maka dikhawatirkan kemarau ini relatif lebih kering dibanding kemarau tahun lalu 2022, kemarau 2021 dan kemarau 2020,” katanya.

Dia mengatakan, fenomena kemarau lebih kering pada tahun ini diperkirakan bisa mirip dengan El Nino pada 2018 dan 2019 silam. Seperti di tahun ini, El Nino pada 2018 disebut dia ada di level moderat ke lemah selama empat bulan. Khusus di 2019, El Nino juga disertai IOD positif, meski mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla)

“2023 ini gabungan antara 2018 dan 2019 terjadi bersamaan. Kali ini keduanya bermain bersamaan, meskipun hanya 3 bulan," tuturnya.

Dwikorita menjelaskan, sejauh ini sekitar 63 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Namun demikian, mengingat wilayah Kalimantan yang masih diguyur hujan, dia berharap, ada pendayagunaan air hujan dengan dilakukan pemanenan hujan.

Terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengatakan, pihaknya berencana menggelar operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Menurut dia, hal itu dilakukan guna mitigasi bencana dampak kekeringan yang diperparah dengan El Nino dan menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“BNPB bekerjasama dengan BMKG, BRIN, BRGM menggelar modifikasi cuaca. Di 2023 ini jangan sampai terjadi Karhutla seperti 2015 dan 2019, maka kami siapkan mitigasi karhutla dengan beberapa langkah,” kata Suharyanto dalam diskusi daring FMB9, Senin (31/7/2023).

Dia menjelaskan, sejauh ini ada enam provinsi prioritas karhutla berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 2020 yang meliputi Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Selatan. Alasan modifikasi cuaca dan prioritas enam provinsi tersebut, kata dia, karena didapati lahan gambut yang sulit padam saat kebakaran terjadi.

Suharyanto menuturkan, modifikasi cuaca dengan mendatangkan hujan itu, ditujukan agar lahan gambut bisa dibasahi secara merata jelang musim kemarau ekstrem disertai El Nino. Namun demikian, jika nyatanya tetap ada titik panas yang muncul, pihaknya berencana menyiapkan operasi darat dan udara. Khusus operasi udara dengan menggunakan helikopter untuk water bombing, hanya akan menjadi pilihan terakhir mengingat operasional yang mahal.

“Di enam provinsi prioritas itu sudah ada 31 unit helikopter yang jika nanti ada kebakaran lebih besar yang tidak bisa dipadamkan lewat darat, maka heli akan memadamkan,” tuturnya.

Lebih jauh, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, periode Agustus hingga September memang berpotensi menjadi puncak kekeringan dampak fenomena El Nino dan IOD Positif. Namun demikian, pihaknya menegaskan jika bahan pangan pokok nasional sudah disiapkan sedemikian rupa.

“Stok pangan 2023, komoditas strategis kita aman,” kata Arief.

Dia menambahkan, khusus beras, BPN sudah menugaskan Bulog untuk menyerap stok hingga 2,4 juta ton. Jumlah itu, dia klaim menjadi sangat besar jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang ada di kisaran 990 ribu ton.

“Sumbernya kita utamakan produksi dalam negeri menjadi prioritas. Sehingga kita jaga harga di tingkat petani supaya baik,” tutur dia.

Tak sampai di sana, cadangan pangan lainnya dia sebut juga terus meningkat. Jika pada tahun-tahun lalu hanya berkisar 200 ribuan ton, di penghujung 2023 ini, kata Arief, mencapai 800 ribu ton.

“Untuk produk lain sudah kita mitigasi umur simpan seperti daging ayam, sapi hingga kerbau. Kebutuhan kita usahakan 700 ribu ton teramankan dengan baik. Untuk produk yang kita harus kerja keras itu holtikultur seperti cabai,” jelasnya.

Menyoal bantuan pencegahan dalam tiga bulan terakhir, program persiapan juga sudah disalurkan kepada 21.353 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) berdasarkan data yang dimiliki Kemensos. Menurut dia, program lanjutan akan dilakukan kembali pada Oktober hingga Desember nanti untuk jumlah dan sasaran yang sama.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement