Kamis 27 Jul 2023 14:18 WIB

Kabasarnas yang Ditangkap KPK Punya Pesawat Zenith 750 Stol

Marsdya Henri Alfiandi yang kini menjadi tersangka punya kekayaan Rp 10,97 miliar.

Rep: Flori Anastasia Sidebang/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP)/Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (kiri)
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP)/Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa di instansinya. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya yang disampaikan pada 24 Maret 2023, dia tercatat punya total kekayaan sebesar Rp 10.973.754.000.

Dikutip dari laman e-LHKPN, Henri memiliki lima tanah dan bangunan dengan total nilai mencapai Rp 4.820.000.000. Seluruh aset yang merupakan hasil sendiri itu tersebar di Pekanbaru dan Kampar, Provinsi Riau.

Baca Juga

Perwira tinggi (pati) bintang tiga TNI AU juga melaporkan kepemilikan kendaraan dengan total nilai Rp 1.045.000.000. Rinciannya, yakni mobil Nissan Grand Livina Tahun 2012, senilai Rp 60 juta.

Kemudian, mobil Honda CRV Tahun 2017 seharga Rp 275 juta; mobil Komodo atau FIN Komodo Tahun 2019 senilai Rp 60 juta; dan pesawat terbang Zenith 750 STOL Tahun 2019 seharga Rp 650 juta. Seluruh kendaraan ini dilaporkan merupakan hasil sendiri.

Alumnus Akademi Angkatan Udara (AAU) 1988 tersebut juga melaporkan kepemilikan harta bergerak lainnya sebesar Rp 452.600.000, harta lainnya Rp 600 juta, serta kas dan setara kas mencapai Rp 4.056.154.000. Henri disebutkan tidak memiliki utang.

Kasus itu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Selasa (25/7/2023). Saat itu, KPK menangkap Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto terjaring dalam operasi senyap tersebut. Dia juga telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Henri.

Adapun KPK juga menetapka tiga tersangka lainnya sebagai pemberi suap, yaitu Komisaris Utama PT Multi Grafika

Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG); Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya (MR); dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil (RA). Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, penetapan status tersangka itu dilakukan setelah pihaknya mengantongi bukti yang cukup.

Dalam kasus tersebut, Henri diduga mendapat fee 10 persen dari berbagai proyek di Basarnas sejak 2021-2023. Dia mengantongi uang suap hingga mencapai Rp 88,3 miliar.

Henri menentukan langsung besaran fee tersebut. Uang yang diserahkan disebut sebagai dana komando atau dako.

Rinciannya, Mulsunadi memerintahkan Marilya menyerahkan duit sebesar Rp 999,7 juta di parkiran salah satu bank di Cilangkap. Sedangkan dari Roni menyerahkan Rp 4,1 miliar dari aplikasi setoran bank.

“Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan MG, MR, dan RA dinyatakan sebagai pemenang tender,” ungkap Alex, Rabu (26/7/2023).

Uang suap itu diserahkan kepada Henri melalui orang kepercayaannya, yakni Afri. KPK dan Puspom TNI pun masih akan mendalami dugaan adanya pemberi suap lainnya.

Flori Sidebang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement