Selasa 11 Jul 2023 16:06 WIB

Menlu RI: ASEAN Punya Political Will Kuat demi Kawasan Bebas Nuklir

Menlu RI memimpin Pertemuan Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
(dari kiri ke kanan) Menlu Malaysia Zambry Abdul Kadir, Menlu Filipina Enrique Manalo, Menteri Singapura Vivian Balakrishnan, Menlu Thailand Don Pramudwinai, Menlu Vietnam Bui Thanh Son, Menlu Retno Marsudi, Menlu Laos Saleumxay Kommasith, Menlu Brunei Erywan Pehin Yusof, Menlu Kamboja Prak Sokhonn, Menlu Timor Leste Bendito dos Santos Freitas, dan Sekjen ASEAN Kao Kim Hourn melakukan sesi foto jelang Pertemuan Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) di Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Foto: AP Photo/Achmad Ibrahim
(dari kiri ke kanan) Menlu Malaysia Zambry Abdul Kadir, Menlu Filipina Enrique Manalo, Menteri Singapura Vivian Balakrishnan, Menlu Thailand Don Pramudwinai, Menlu Vietnam Bui Thanh Son, Menlu Retno Marsudi, Menlu Laos Saleumxay Kommasith, Menlu Brunei Erywan Pehin Yusof, Menlu Kamboja Prak Sokhonn, Menlu Timor Leste Bendito dos Santos Freitas, dan Sekjen ASEAN Kao Kim Hourn melakukan sesi foto jelang Pertemuan Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) di Jakarta, Selasa (11/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan bahwa Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memiliki political will yang kuat untuk terus menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan bebas senjata nuklir. Political will diartikan sebagai kesediaan para pembuat kebijakan untuk membuat solusi atas masalah tertentu.

"Kami akan melanjutkan komunikasi dengan satu sama lain. Pada intinya saya tekankan bahwa kami memiliki political will yang sangat kuat untuk memelihara agar Asia Tenggara menjadi kawasan bebas nuklir," ujar Retno di sela-sela Pertemuan Menlu ASEAN (AMM) ke-56 di Jakarta, Selasa (11/7/2023).

Baca Juga

Retno pada Selasa memimpin Pertemuan Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) untuk membahas pemajuan penandatanganan protokol SEANWFZ. Perjanjian Asia Tenggara sebagai Zona Bebas Nuklir atau dikenal sebagai Perjanjian Bangkok ditandatangani pada 1995 oleh seluruh negara anggota ASEAN.

Perjanjian tersebut menetapkan bahwa negara-negara yang menandatangani traktat tersebut tidak dapat "mengembangkan, membuat, atau memperoleh, memiliki, atau memiliki kendali atas senjata nuklir", "menempatkan atau mengangkut senjata nuklir dengan cara apa pun", atau "menguji atau menggunakan senjata nuklir."

Protokol itu dibuat tidak hanya untuk anggota ASEAN, tetapi juga lima negara pemilik senjata nuklir yaitu Cina, Rusia, Prancis, Inggris, dan AS untuk mewujudkan kawasan bebas nuklir di Asia Tenggara. Namun, 28 tahun setelah penandatanganan Protokol Traktat SEANWFZ, hanya Cina yang telah menyatakan kesiapan untuk menandatangani perjanjian tersebut meski belum ada tindak lanjut.

Sementara itu, negara lainnya menyatakan keberatan terhadap beberapa bagian protokol Traktat SEANWFZ. "Kami akan menugaskan negosiator kami untuk kembali melihat (isi traktat) karena ada beberapa kalimat dalam paragraf yang belum dapat disetujui," ujar Retno.

Pada KTT ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Mei lalu, ASEAN menyatakan bahwa mereka masih melakukan diskusi dengan semua negara pemilik senjata nuklir tentang kemungkinan penandatanganan dan ratifikasi protokol perjanjian SEANWFZ tanpa syarat.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement