Selasa 30 May 2023 04:00 WIB

Salah 'Setrum' Insentif Kendaraan Listrik

Survei Twitter sebanyak 85,8 persen responden mengkritik subsidi kendaraan listrik.

Survei Twitter sebanyak 85,8 persen responden mengkritik subsidi kendaraan listrik. Seseorang memegang colokan ke soket mobil di terminal pengisian daya untuk kendaraan bertenaga listrik. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/STEPHANIE LECOCQ
Survei Twitter sebanyak 85,8 persen responden mengkritik subsidi kendaraan listrik. Seseorang memegang colokan ke soket mobil di terminal pengisian daya untuk kendaraan bertenaga listrik. (ilustrasi)

Oleh : Fuji Pratiwi, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan merespons kritikan soal subsidi mobil listrik. Kata Luhut, kendaraan listrik adalah tren dunia, janganlah dilawan. Kebijakan subsidi kendaraan listrik sendiri sudah diperhitungkan oleh pemerintah.

Di sisi lain, Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) yang juga Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyebut serapan insentif pembelian motor listrik masih rendah. Baru 108 motor listrik yang memanfaatkan insentif itu dari alokasi insentif untuk 200 ribu motor listrik. Padahal, pemerintah memberikan subsidi Rp 7 juta untuk pembelian satu unit motor listrik dan subsidi Rp 20 juta hingga Rp 80 juta per unit mobil listrik bergantung pada mereknya.

Agaknya, sebagian masyarakat punya pandangan sendiri soal kendaraan listrik. Dalam survei yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melalui media sosial khususnya Twitter, sebanyak 85,8 persen responden mengkritik bahkan menolak kebijakan subsidi kendaraan listrik. Sebanyak 80 persen masyarakat internet tak sepakat dengan subsidi listrik karena pembeli mobil listrik tidak butuh subsidi.

Sebanyak 67,17 persen warganet sepakat dengan ide subsidi kendaraan listrik dialihkan kendaraan umum berbasis listrik. Kemanfaatan kendaraan umum akan lebih luas karena langsung menyentuh masyarakat umum, daripada subsidi kendaraan pribadi.

Temuan tersebut diperoleh dari riset pada rentang 8-12 Mei 2023. Dalam rentang waktu tersebut, Indef mengumpulkan 18.921 pembicaraan terkait penolakan subsidi kendaraan listrik dari sekitar 15.319 akun.

Sebagai pengguna kendaraan umum sejak SD hingga hari ini, saya pikir aspirasi warganet itu masuk akal. Pertama, pembeli kendaraan listrik pastilah punya uang lebih. Karena beli kendaraan pribadi berarti siap dengan biaya perawatan, biaya bahan bakar atau daya listrik, pajak, pakir, tol, dan macam-macamnya.

Kedua, kendaraan listrik belum tentu mengalihkan minat masyarakat dari kendaraan yang menggunakan BBM. Saya cukup yakin, pembeli kendaraan listrik juga punya kendaraan konvensional. Sebab, skema insentif kendaraan listrik adalah bantuan pembelian unit baru, bukan tukar tambah. Jadi, yang mungkin terjadi adalah bertambahnya jumlah kendaraan dan itu berarti kian macet juga jalanan.

Ketiga, coba tengok dari mana sumber energi pembangkit listrik untuk menyetrum kendaraan listrik. Sebagian pembangkit listrik masih memakai batu bara. Ada pula yang memakai biomassa yang tetap melepas karbon ke udara. Kalau dalihnya mengurangi emisi, ayo hitung bersama.

Saya lebih sepakat dengan pendapat wargnet agar subsidi diberikan untuk kendaraan umum berbasis listrik. Sebab, lebih luas manfaatnya. Pengalaman masyarakat atas kemajuan teknologi akan lebih terasa.

Sebutlah Gojek yang menyatakan permintaan Goride Electric naik dua kali lipat pada pertengahan 2022. Ada keinginan masyarakat mencoba kendaraan listrik, tapi apa berapa banyak yang bisa beli?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement