Jumat 26 May 2023 17:35 WIB

AS Ingatkan Cina dapat Retas Infrastruktur, Termasuk Sistem Kereta Api

Peneliti AS temukan kelompok peretas Cina telah memata-matai jaringan-jaringan siber.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Friska Yolandha
Serangan siber (ilustrasi). Departemen Luar Negeri AS pada Kamis (25/5/2023), memperingatkan bahwa Cina mampu meluncurkan serangan cyber terhadap infrastruktur penting, termasuk jaringan pipa minyak dan gas serta sistem kereta api.
Foto: www.freepik.com
Serangan siber (ilustrasi). Departemen Luar Negeri AS pada Kamis (25/5/2023), memperingatkan bahwa Cina mampu meluncurkan serangan cyber terhadap infrastruktur penting, termasuk jaringan pipa minyak dan gas serta sistem kereta api.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri AS pada Kamis (25/5/2023), memperingatkan bahwa Cina mampu meluncurkan serangan cyber terhadap infrastruktur penting, termasuk jaringan pipa minyak dan gas serta sistem kereta api. Peringatan itu disampaikan setelah para peneliti menemukan kelompok peretas Cina telah memata-matai jaringan-jaringan siber.

Sebuah peringatan multi-negara yang dikeluarkan pada Rabu mengungkapkan kampanye spionase siber Cina telah ditujukan pada target militer dan pemerintah di Amerika Serikat. Pemerintah Cina telah menolak pernyataan telah melakukan aksi spionase dengan mengincar target-target di Negara Barat, dan menyebut peringatan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya sebagai "kampanye disinformasi kolektif".

Baca Juga

Para pejabat AS mengatakan mereka masih dalam proses untuk mengatasi ancaman tersebut. "Kami memiliki setidaknya satu lokasi yang tidak kami ketahui sejak panduan perburuan dirilis, muncul dengan data dan informasi," kata Rob Joyce, direktur keamanan siber Badan Keamanan Nasional AS (NSA), kepada Reuters.

Badan ini mengungkapkan rincian teknis sebelumnya untuk membantu penyedia layanan penting mendeteksi kegiatan mata-mata beberapa negara. Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS (CISA) secara terpisah mengatakan bahwa mereka sedang bekerja untuk memahami "luasnya potensi gangguan dan dampak yang ditimbulkan".

"Itu akan membantunya memberikan bantuan jika diperlukan, dan secara lebih efektif memahami taktik yang dilakukan oleh musuh ini," kata asisten direktur eksekutif CISA, Eric Goldstein, mengatakan kepada Reuters.

Salah satu tantangan dalam mempertahankan diri dari spionase ini adalah kegiatan ini lebih terselubung daripada operasi mata-mata biasa, menurut para peneliti dan pejabat.

"Dalam kasus-kasus ini, musuh sering kali menggunakan kredensial yang sah dan alat administrasi jaringan yang sah untuk mendapatkan akses guna menjalankan tujuan mereka pada jaringan target," kata Goldstein.

"Banyak metode pendeteksian tradisional, seperti antivirus, tidak akan menemukan gangguan ini."

Analis dari Microsoft yang mengidentifikasi aktivitas tersebut, dimana mereka menamakan diri Volt Typhoon, mengatakan bahwa serangan tersebut "dapat mengganggu infrastruktur komunikasi penting antara Amerika Serikat dan kawasan Asia selama krisis di masa depan\l" - sebuah isyarat terhadap meningkatnya ketegangan AS-Cina terkait Taiwan dan isu-isu lainnya.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement