Jumat 28 Apr 2023 01:41 WIB

Kasus AKBP Achiruddin Menambah Daftar Contoh LHKPN Sekadar Formalitas

Tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN kurang, pengawasannya juga lemah.

Konferensi pers kasus penganiayaan anak AKBP Achiruddin terhadap mahasiswa di Polda Sumut, Selasa (25/4/2024)
Foto: Dok tangkap layar
Konferensi pers kasus penganiayaan anak AKBP Achiruddin terhadap mahasiswa di Polda Sumut, Selasa (25/4/2024)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Flori Sidebang

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto merespons viralnya harta kekayaan AKBP Achiruddin Hasibuan yang tidak sesuai dengan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bambang mengatakan, meskipun LHKPN adalah kewajiban bagi setiap aparatur negara, termasuk anggota Polri, tingkat kepatuhan dan pengawasannya kurang.

Baca Juga

"Faktanya LHKPN hanya formalitas saja karena diisi secara sukarela oleh yg bersangkutan tanpa ada proses cek ricek," ujar Bambang dalam keterangannya kepada Republika, Kamis (27/4/2023).

Hal ini juga ditambah dengan tidak adanya sanksi bagi mereka yang tidak menyampaikan LHKPN maupun mereka yang menyampaikan secara tidak benar. Sebab, secara undang-undang tidak ada ketentuan sanksi jika ASN hingga pejabat negara tidak melaporkan harta kekayaannya di dalam LHKPN.

Karena itu, Bambang tidak heran jika kemudian banyak kasus gaya hidup pejabat maupun anggota Polri yang bermunculan tidak sesuai dengan LHKPN.

"Makanya kalau muncul kasus-kasus menyangkut perbedaan yang sangat mencolok antara harta sebenarnya dengan yang dilaporkan itu menjadi hal yang biasa-biasa saja. Karena nyaris tak ada sanksi bagi yang melanggar," ujar Bambang.

Bambang pun tidak yakin kasus viralnya harta kekayaan tak wajar AKBP Achiruddin Hasibuan akan diusut tuntas. Hal ini, kata Bambang lantaran sulitnya mekanisme pembuktian aset dari aparatur negara, terlebih kasus yang menyangkut penegak hukum.

 "Dengan kultur yang ada saat ini, di mana korsa dipahami sebagai upaya saling menutupi aib dan pelanggaran-pelanggaran akibatnya proses lidik sidik, akan susah berjalan atau berputar-putar yang memakan waktu lama dan energi yang besar," ujar Bambang.

Bambang menyebut beberapa kasus gaya hidup mewah sejumlah anggota Polri yang diungkap warganet sebelumnya yang tidak berlanjut, di antaranya gaya hidup mewah Kasatlantas Polres Malang baru-baru ini yakni AKP Agnis Juwita Manurung.

"Klarifikasinya terkait gaya hidup tersebut dari hasil pinjaman. Dan kasusnya berhenti begitu saja. Padahal meminjam pada siapa dan kapan itu juga bisa dikejar bila ada niat baik dan dipaksa melalui UU pembuktian terbalik," ujar Bambang.

Karena itu, tidak menutup kemungkinan kasus AKBP Achiruddin juga akan berakhir demikian. "Dalam kasus Achirudin ini nanti tak menutup kemungkinan, Harley Davidson dan rubiconnya adalah pinjaman teman," ujarnya.

Karena itu dia menilai perlunya Undang-undang Pembuktian Terbalik terkait perolehan harta aparatur negara di samping juga UU Perampasan Aset yang diperoleh karena kejahatan.

"Makanya UU Perampasan Aset tersebut harus berjalan seiring dengan UU Pembuktian Terbalik," ujarnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement