Senin 03 Apr 2023 23:28 WIB

Penghapusan Perundungan Jangkau Tujuh Ribu Sekolah di Tanah Air

Program Roots telah mendorong munculnya lebih dari 44 ribu siswa agen perubahan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi perundungan. Program untuk upaya penghapusan perundungan di lingkungan satuan pendidikan itu sudah mendorong munculnya lebih dari 44 ribu siswa agen perubahan.
Foto: pixabay
Ilustrasi perundungan. Program untuk upaya penghapusan perundungan di lingkungan satuan pendidikan itu sudah mendorong munculnya lebih dari 44 ribu siswa agen perubahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data yang dimiliki Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan program Roots sudah menjangkau lebih dari tujuh ribu sekolah di Tanah Air. Program untuk upaya penghapusan perundungan di lingkungan satuan pendidikan itu sudah mendorong munculnya lebih dari 44 ribu siswa agen perubahan.

"Program Roots telah menjangkau lebih dari tujuh ribu sekolah dan melatih lebih dari 10 ribu guru sebagai fasilitator. Selain itu, program Roots juga telah mendorong munculnya lebih dari 44 ribu siswa agen perubahan di berbagai wilayah di Indonesia," ujar Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek Rusprita Putri Utami, Senin (3/4/2023).

Baca Juga

Menindaklanjuti praktik baik yang sudah dilakukan para fasilitator guru dan agen perubahan, Puspeka bersama Yayasan Indonesia Mengabdi sebagai mitra UNICEF mengadakan pameran virtual. Rusprita menjelaskan, pameran virtual dilakukan untuk memberikan ruang kepada agen perubahan, fasilitator guru, dan fasilitator nasional untuk menularkan semangat dan menceritakan pengalaman baik dalam melaksanakan program Roots.

"Secara tidak langsung, aktor-aktor ini mengajak pemangku kepentingan yang relevan untuk dapat melaksanakan program serupa demi pencegahan perundungan di satuan pendidikan," jelas dia.

Pada kegiatan tersebut, Puspeka Kemendikbudrsitek juga menggandeng Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk turut berbagi praktik baik. Rusprita mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus menjaga semangat kolaborasi dan kerja sama dalam mencegah perundungan demi terciptanya lingkungan belajar yang aman, nyaman, berkualitas, dan merdeka dari kekerasan.

“Mari kita terus bergandengan tangan dan bekerja sama menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi penerus bangsa. Dengan saling berbagi praktik ini, diharapkan kedepan akan menjadi gerakan inspiratif untuk semakin memperluas aksi menghapuskan perundungan di satuan pendidikan,” kata Rusprita.

Menanggapi hal tersebut, perwakilan dari Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan KPPPA Didiek Santosa menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi untuk memastikan langkah-langkah mengurangi kekerasan perundungan di sekolah. Menurut dia, semua pihak harus memastikan anak-anak mendapatkan pemenuhan hak dan terlindung dari kekerasan.

“Kita harus memastikan anak-anak mendapatkan pemenuhan hak-haknya dan terlindungi dari diskriminasi dan kekerasan, dalam hal ini perundungan. Hal ini tentu tidak hanya dilakukan di satuan pendidikan, tetapi perlu melibatkan lintas kementerian/lembaga, dinas terkait, dan juga Pemda,” kata dia.

Seorang Agen Perubahan dari SMAN 1 Cianjur, Muh Zaki Tasnim Mubarak, turut berbagi praktik baik dengan mengutarakan pengalamannya saat melihat secara langsung tindakan perundungan. Dia mengaku menyesal karena hanya bisa bersikap sebagai bystander atau penonton tanpa melakukan apapun untuk membela korban.

“Usai mengikuti program Roots, saya menjadi tersadar untuk tidak hanya menjadi penonton saja akan tetapi penting bagi kita bersama untuk berani bersikap memberikan rasa aman ketika melihat ada orang yang menjadi korban kasus perundungan,” tutur Zaki.

Sementara itu, Fasilitator Nasional dari SMKN 7 Pinrang, Dedi Setiawan, mengungkapkan, ada banyak cara untuk bisa memberikan pesan positif anti perundungan kepada para peserta didik. Di antaranya, dengan semangat menyebarkan pesan nilai kebaikan dan anti kekerasan yang terdapat dalam program Roots.

“Di media sosial itu banyak orang mencari informasi, hiburan, dan wawasan. Saya membagikan kegiatan pengimbasan Roots yang saya lakukan di satuan pendidikan di Pinrang, baik itu ke SMK-SMK Pusat Keunggulan maupun non Pusat Keunggulan,  melalui media sosial,” jelas dia.

Pada akhir pameran virtual, Kepala Perlindungan Anak UNICEF Indonesia Milen Kidane berharap semakin banyak anak yang terinspirasi untuk menjadi agen perubahan. Bukan hanya melalui program Roots, tetapi juga menyebarkan perilaku positif dalam lingkaran pertemanan dan komunitasnya.

“Di dunia di mana anak-anak menemui tantangan yang lebih berat saat ini, penting sekali bagi kita untuk menebarkan kebaikan. Kita tidak pernah tahu apa yang teman-teman kita rasakan dan seringkali tidak tahu apa yang sedang mereka hadapi dalam hidup. Mari menjadi teman yang baik kepada satu sama lain dan selalu ada ketika kita saling membutuhkan,” kata Milen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement