Kamis 02 Mar 2023 23:22 WIB

Holding Perkebunan Dukung Pembentukan Bursa Berjangka CPO Indonesia

PTPN III sebut Indonesia sebagai produsen CPO dunia wajib miliki harga acuan sendiri

Foto udara perkebunan sawit milik PTPN. Holding Perkebunan Nusantara mendukung pembentukan bursa berjangka dalam negeri sebagai harga acuan crude palm oil, yang sedang dicanangkan Kementerian Perdagangan.
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Foto udara perkebunan sawit milik PTPN. Holding Perkebunan Nusantara mendukung pembentukan bursa berjangka dalam negeri sebagai harga acuan crude palm oil, yang sedang dicanangkan Kementerian Perdagangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Holding Perkebunan Nusantara mendukung pembentukan bursa berjangka dalam negeri sebagai harga acuan crude palm oil, yang sedang dicanangkan Kementerian Perdagangan. 

Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III Dwi Sutoro, mengatakan Indonesia sebagai produsen terbesar CPO dunia, sudah semestinya memiliki harga acuan sendiri. 

"Karena menggunakan CPO international price sebagai acuan harga CPO domestik, sering tidak membuat keseimbangan penawaran dan permintaan di dalam negeri, sehingga mengakibatkan ketidakstabilan harga CPO dalam negeri,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (2/3/2023).

Menurut Dwi, bursa CPO yang ideal merupakan bursa yang memiliki fungsi lengkap, yakni sebagai price discovery, price reference, dan hedging, dari sebuah proses yang fair, efisien, transparan, dan terpercaya. 

"Tentunya, ide membangun tata niaga komoditi CPO Indonesia melalui pengembangan bursa CPO Indonesia ini harus kita dukung dan diskusikan sebagai tahapan untuk membuat Indonesia menjadi barometer sawit dunia,” ujarnya.

Lebih lanjut Dwi menyampaikan, bahwa pembentukan tata niaga sawit, setidaknya harus mencakup empat aspek, antara lain aspek keadilan, efisiensi, nilai tambah, dan keberlanjutan.

"Keterlibatan pemerintah, BUMN, dan swasta, diharapkan bisa menciptakan sinergi yang positif dalam mendesain tata niaga sawit Indonesia yang adil, efisien, transparan, dan terpercaya,” ungkapnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Musdalifah Mahmud, menyampaikan, bahwa mewujudkan Indonesia sebagai barometer harga sawit dunia bukan sebatas cita-cita lagi. 

"Tetapi insyaallah akan segera tercapai,” ujarnya. Saat ini, kata Musdalifah, Indonesia merupakan negara yang berkontribusi sebesar 55 persen terhadap minyak sawit dunia dan 42 persen minyak nabati dunia. 

Dia optimistis, jika Indonesia bisa segera menjadi barometer harga sawit dunia."Adanya konsistensi penerapan B35, stabilitas harga sawit juga semakin terjaga,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement