REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) mengajak khalayak untuk mencermati tidak hanya para penampil dalam sebuah festival atau acara musik, tapi, juga promotor. Hal itu agar terhindar dari kerugian semisal uang tidak kembali ketika acara batal.
"Semua balik lagi ke audiens, tidak hanya pintar memilih siapa atau apa isi acara, tapi juga bisa melakukan profiling siapa pembuat acara tersebut," kata Ketua APMI, Dino Hamid, dilansir Antata, Kamis (23/2/2023).
Menurut Dino, mengenali siapa yang menyelenggarakan acara itu adalah hal dasar untuk mengurangi risiko promotor bodong, yaitu yang mengadakan tiket pra-jual kemudian menghilang dan tidak bisa mengembalikan uang pembelian tiket kepada penonton.
Mengetahui profil promotor sebuah pertunjukan sama pentingnya dengan mengetahui siapa saja penampil di acara tersebut. Apalagi saat ini bisnis industri hiburan juga tengah berkembang pascapandemi Covid-19 selama dua tahun belakangan.
"Kurang lebih analoginya sama seperti kita nonton film favorit. Mungkin dulu kita hanya melihat siapa aktor atau aktris yang membintangi filmnya. Tetapi, sekarang mungkin banyak orang sudah mulai melihat siapa yang memproduksi film tersebut untuk mendapatkan jaminan tontonan yang memang sesuai dengan ekspektasi," kata Dino menjelaskan.
Apalagi mekanisme bisnis hiburan, kata Dino, tergolong amat sederhana karena promotor hanya perlu mencari dan membayar artis, mencari lokasi dan sponsor, lalu menjual tiket kepada masyarakat. Tetapi, ada banyak faktor yang terkait erat dengan untung-rugi penyelenggaraan acara tersebut yang menyangkut kredibilitas si promotor.
Bisnis hiburan, menurut Dino, adalah berisiko tinggi. Ketika promotor mengumumkan sebuah konser musik, tapi, respons publik tidak terlalu bagus, maka mereka berada di bawah bayang-bayang kerugian.
"Saat itu siapkah promotor rugi secara kapital? Kalau tidak siap, biasanya dia akan kabur. Tetapi, kalau memang siap, ya, harus bertanggung jawab menanggung kerugian," papar Dino.