Senin 26 Dec 2022 15:33 WIB

Kemenkeu: Belanja Perpajakan Percepat Pemulihan Ekonomi

Belanja perpajakan 2021 sebesar Rp 299,1 triliun atau sebesar 1,76 persen dari PDB.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pajak/ilustrasi
Foto: Pajak.go.id
Pajak/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan menerbitkan laporan belanja perpajakan 2021 yang menginventarisasi berbagai insentif perpajakan. Hal ini bertujuan untuk mendukung kinerja perekonomian.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan  Febrio Kacaribu mengatakan insentif perpajakan berperan efektif mempercepat pemulihan ekonomi 2021 dengan pertumbuhan ekonomi 1,6 persen lebih tinggi dibanding sebelum pandemi.

Baca Juga

"Melihat perekonomian 2020 terkontraksi dalam, pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar 2021 untuk mendorong pemulihan. Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi,” ujarnya, Senin (26/12/2022).

Belanja perpajakan 2021 sebesar Rp 299,1 triliun atau sebesar 1,76 persen dari produk domestik bruto dan meningkat 23,8 persen dibandingkan 2020 sebesar Rp 241,6 triliun atau 1,56 persen dari produk domestik bruto.

Berdasarkan jenis pajaknya, belanja perpajakan terbesar 2021 berasal belanja insentif pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar Rp 175,0 triliun atau 58,5 persen dari total estimasi belanja perpajakan.

Jumlah ini meningkat 24,2 persen dibandingkan insentif PPN dan PPnBM dalam belanja perpajakan 2020. Hal ini seiring dengan pemanfaatan insentif dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Covid-19 dan semakin pulihnya aktivitas perekonomian nasional.

Berdasarkan pemanfaatannya, nilai estimasi belanja perpajakan 2021 ditujukan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan UMKM sebesar Rp 229 triliun atau sebesar 76,5 persen terhadap total belanja perpajakan.

Belanja perpajakan tersebut sebagian besar berupa pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat. Selanjutnya terdapat fasilitas PPN tidak dipungut bagi pengusaha kecil dan fasilitas PPh final bagi UMKM.

“Selain itu untuk menjaga tata kelola yang baik (good governance), pemerintah secara berkesinambungan melakukan pengawasan dan evaluasi atas suatu fasilitas perpajakan,” ucapnya.

Berkenaan dengan hal tersebut, dalam laporan tahun ini disajikan juga hasil evaluasi atas beberapa kebijakan yaitu fasilitas penurunan tarif pajak penghasilan bagi perseroan terbuka, fasilitas kepabeanan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19, dan kontribusi ekonomi pemanfaatan fasilitas Kawasan Berikat.

Hasil dari evaluasi tersebut diharapkan menjadi informasi awal bagi pemerintah dan dapat memberikan ruang diskusi bagi publik dalam rangka melakukan pengawasan bersama terhadap pemanfaatan insentif perpajakan di Indonesia.

“Laporan belanja perpajakan adalah bagian yang sangat penting dari APBN karena mencatat semua instrumen yang tidak tertera dalam komponen belanja. Laporan ini merupakan bentuk akuntabilitas dari penghitungan kebijakan insentif perpajakan dan akan terus disempurnakan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement