Jumat 21 Oct 2022 19:54 WIB

133 Kematian Gagal Ginjal Akut, Dugaan Terbesar karena Obat Sirup

Kemenkes masih melakukan penelitian sejak kapan cemaran pada obat sirup terjadi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, saat ini sudah ada 133 kematian akibat gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury atau AKI) mencapai 241 kasus.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, saat ini sudah ada 133 kematian akibat gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury atau AKI) mencapai 241 kasus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, saat ini sudah ada 133 kematian akibat gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury atau AKI) mencapai 241 kasus. Kemenkes pun mencari penyebab tunggal dari penyakit AKI ini dan menemukan senyawa kimia EG dan DEG di dalam obat sirup melalui penelitian kepada pasien gangguan ginjal di RSCM. 

"Ini bukan karena patogen karena toksik. Kami tes ke anak-anak tersebut yang ada di RSCM. Dari 17 ada 15 positif memiliki senyawa tadi EG dan DEG. Itu ada di mereka. Jadi terkonfirmasi ini disebabkan oleh senyawa kimia," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/10/2022).

Baca Juga

Budi menjelaskan, senyawa EG dan DEG yang masuk ke tubuh berubah menjadi asam oksalat, yakni zat yang berbahaya bagi tubuh. "Kalau masuk ke ginjal bisa jadi kalsium oksalat. Kristal kecil yang tajam-tajam di ginjal balita sehingga rusak ginjalnya," jelas Budi.

Anehnya, senyawa pada sirup ini ditemukan pada sebagian besar obat yang telah dikonsumsi sejak lama. Kemenkes masih terus melakukan penelitian sejak kapan cemaran pada obat sirup tersebut terjadi.

"Kami melihat bahwa sebagian besar obat-obatan ini sudah dipakai sebelumnya. Kami akan relay ke BPOM untuk melihat kenapa ini bisa terjadi. Nanti baru bisa diambil kesimpulan sesudah analisis kuantitatifnya keluar. Karena BPOM melakukan juga. Penyebabnya apa baru keluar sekarang apakah sebulan yang lalu, apakah dua bulan lalu nanti BPOM juga melakukan itu," terang Budi.

Semula, Kemenkes menduga hal tersebut disebabkan oleh infeksi organisme kecil atau patogen. "Yang membuat kami agak terbuka adalah karena ada kasus di Gambia, 5 Oktober WHO keluarkan rilis ada kasus, dan ini disebabkan oleh senyawa kimia," terang Budi.

Kemenkes juga melakukan penelitian dan menunjukkan kejadian ini banyak menyerang terutama balita di bawah lima tahun. Gejala klinisnya demam, hilang nafsu makan, malaise atau rasa tidak enak, mual, muntah, diare, nyeri bagian perut, dehidrasi, dan pendarahan. Selain itu, 29 persen pasien yang dilaporkan memiliki gejala anuria atau ginjal tidak memproduksi urine.

Dengan adanya peningkatan kematian yang signifikan dalam waktu dekat, Kemenkes menganggapnya sebagai kejadian yang abnormal. Normalnya, kematian pada kasus AKI tidak melonjak tinggi dalam waktu cepat di 22 Provinsi. "Kami sudah identifikasi telah dilaporkan adanya 241 (kasus) di 22 provinsi," kata Budi.

"Jadi meninggal karena AKI selalu terjadi cuma jumlahnya kecilnya, enggak pernah tinggi. Kami melihat ada lonjakan di Agustus naik sekitar 36 kasus. Sehingga, begitu ada kenaikan, kami mulai melakukan penelitian ini penyebabnya apa," sambung dia.

Inspektur Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) Elin Herlina, Apt, MP mengatakan, perihal penggunaan bahan baku obat, pihaknya selalu mendata saat pihak farmasi melakukan registrasi. Termasuk saat pihak farmasi akan mengubah jenis bahan baku yang dipakai.

"Untuk penggunaan bahan baku saat registrasi kami lakukan pendataan darimana aja dapat bahan baku. Makanya saat Gambia merebak kami cek data apakah ada bahan baku dari India tersebut. Ke depannya kami akan lebih insentif terkait pemasukan bahan baku," terangnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement