Rabu 19 Oct 2022 03:51 WIB

Pakar: Faktor Kenyamanan Lingkungan dan Interaksi Jaga Kesehatan Jiwa

Ahli jiwa ungkap kesehatan jiwa mencakup emosional, psikologis dan budaya

Seorang gadis muda melihat seorang pasien psikiatri.Eksistensi dan manfaat kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh kesehatan fisik dan mental setiap manusia. Keberadaan mental/jiwa yang sehat tidak mungkin didapatkan dengan tubuh yang sakit, begitu pula sebaliknya. Kesehatan mental/jiwa yang terganggu lama berdampak pada kesehatan tubuh dan sangat mempengaruhi produktivitas dan kenyamanan dari si penderita.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Seorang gadis muda melihat seorang pasien psikiatri.Eksistensi dan manfaat kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh kesehatan fisik dan mental setiap manusia. Keberadaan mental/jiwa yang sehat tidak mungkin didapatkan dengan tubuh yang sakit, begitu pula sebaliknya. Kesehatan mental/jiwa yang terganggu lama berdampak pada kesehatan tubuh dan sangat mempengaruhi produktivitas dan kenyamanan dari si penderita.

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Eksistensi dan manfaat kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh kesehatan fisik dan mental setiap manusia. Keberadaan mental/jiwa yang sehat tidak mungkin didapatkan dengan tubuh yang sakit, begitu pula sebaliknya. Kesehatan mental/jiwa yang terganggu lama berdampak pada kesehatan tubuh dan sangat mempengaruhi produktivitas dan kenyamanan dari si penderita. 

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa dari Siloam Hospitals Ambon, dr David Santosa Tjoei SpKJ MARS FISQua mengatakan, kesehatan jiwa manusia dapat dipengaruhi oleh pola perilaku, sensitivitas dan cara pandang/Pola berpikir. Ketiga hal mendasar ini mencakup kesehatan emosional, psikologis, dan sosial budaya, dari periode tumbuh kembang manusia sejak kecil hingga dewasa

"Tahapan kehidupan seseorang dilengkapi oleh hadirnya jiwa sekaligus tahapan kehidupan ini sangat membutuhkan kesehatan mental (jiwa) dalam menjalaninya", tutur  Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa dari Siloam Hospitals Ambon, dr. David Santosa Tjoei Sp.KJ MARS FISQua melalui edukasi kesehatan jiwa dalam momentum Hari Kesehatan Jiwa Internasional.

Melalui edukasi kesehatan jiwa ini disampaikan pula bahwa Kesehatan Jiwa merupakan suatu penyakit yang dapat menjadi kronis dan menimbulkan konflik kehidupan jika tidak ditangani oleh setiap manusia atau lingkungan keluarga dari si penderita."Akan menjadi penyakit jika sejumlah faktor ini tidak ditangani akibat ketidaktahuan seseorang dalam menyerap informasi tentang kesehatan jiwa atau kesehatan mental seseorang," ungkap Dokter David Santosa.

David menambahkan, gejala awal gangguan kesehatan mental dapat diketahui melalui perubahan pola makan dan tidur, cenderung menutup diri dari interaksi dengan orang lain, tubuh dirasakan sering  lemah letih lesu, keluhan kesehatan di banyak 'titik' dalam tubuhnya. Selain itu, beberapa tampilan fisik yang mendukung diagnosis seperti pupil pada organ mata, raut wajah, sikap yang tidak konsisten, interpersonal buruk dan lain sebagainya.

Ia juga menjelaskan untuk menjaga kesehatan mental sebenarnya tidak sulit jika menerapkannya secara rutin. Banyak hal-hal yang perlu dilakukan dan dihindari agar kesehatan mental/kesehatan jiwa terjaga, yaitu mengelola faktor biologis, sosial dan menerapkan pola asuh secara rutin berkualitas. 

"Peran penting Orangtua memberi didikan dengan kasih sayang pada anak, namun tidak terlalu dimanja atau ada ketegasan dalam menyikapinya. Faktor kenyamanan lingkungan dan pola interaksi turut berperan menjaga kesehatan jiwa ini", ungkap dr David.

Penanganan kesehatan jiwa secara medis dapat dilakukan melalui diagnosis mengacu pada *The Diagnostic and Statical manual ofental Disorders(DSM) diiringi pemeriksaan fisik penunjang, farmakologi, pengadaan sejumlah terapi termasuk stimulasi otak maupun saraf. Dalam edukasi sesi tanya jawab, Dokter Spesialis Kejiwaan, Dokter David Santosa menyampaikan bahwa gangguan jiwa tidak menyeluruh disebabkan oleh persoalan karakter dan akibat Genetik (turunan) dapat disembuhkan meskipun tidak secara keseluruhan.  

"Gangguan ini pada harfiahnya dapat ditangani. Seseorang bisa memotifasi dirinya atau mengikuti motivasi dari orang lainnya, misalnya dari para penyandang disabilitas.  Ikuti keinginan untuk 'move on' dari rasa trauma dan perbanyak beribadah berinteraksi dengan doa dan rohani," pungkas Dokter David Santosa mengakhiri edukasinya yang bertajuk "Make Mental Health and Well Being For All a Global Priority".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement