Selasa 18 Oct 2022 15:32 WIB

IDAI: Laporan Gagal Ginjal Akut Baru di Gambia, Indonesia dan Bangladesh

Waspadai kasus gagal ginjal akut anak dengan memperhatikan intensitas BAK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Indira Rezkisari
Penyakit gangguan ginjal akut misterius ditemukan di sejumlah anak di Indonesia. Penyebabnya, belum diketahui.
Foto: Wikipedia
Penyakit gangguan ginjal akut misterius ditemukan di sejumlah anak di Indonesia. Penyebabnya, belum diketahui.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Pusat IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengatakan, setelah berkoordinasi dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO), kasus gangguan ginjal akut misterius baru ditemukan di tiga negara. Tiga negara tersebut adalah Gambia, Indonesia dan Bangladesh.

"Kemarin ada pertemuan dengan WHO, kami tanya juga ke mereka (WHO) negara lain seperti apa, mereka cari-cari juga laporan baru di Gambia dan kita (Indonesia) ini. Ada juga laporan di Bangladesh terkait obat dari India itu. Tapi tidak banyak. WHO kemarin bilang di tempat lain belum terdengar," ungkap Piprim dalam siaran daring Instagram resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Selasa (18/10/2022).

Baca Juga

Dikaitkannya kasus gangguan ginjal misterius yang terjadi di Indonesia dengan kematian puluhan anak di Gambia akibat gagal ginjal akut ini karena kedua kasus tersebut mendadak muncul ke permukaan dalam waktu bersamaan. Keduanya juga sama-sama menyerang kelompok anak. Bila di Gambia penyebabnya diduga kuat terkait dengan sirup obat batuk produksi Maiden Piharmaceuticals yang berbasis di New Delhi, India.

Oleh karenanya, Piprim mengimbau para orang tua untuk menghindari pemberian obat serta antibiotik saat anak terserang flu dan batuk. Ia menyarankan para orang tua kembali ke pengobatan konservatif.

"Kalau ada ejala demam batuk pilek, kami anjurkan tidak butuh obat. Cukup banyak tidur dan butuh cairan," kata Piprim.

Namun, orang tua perlu waspada beberapa gejala dari gagal ginjal akut yakni saat buang air kecil (BAK) anak tidak lancar. Idealnya, anak buang air kecil sebanyak 5-6 kali dalam sehari atau sekitar 4 jam sekali.

Sebelum produksi urine yang menurun, anak juga umumnya dilaporkan mengalami beberapa gejala infeksi pada umumnya, di antaranya demam, diare, batuk dan pilek. Gejala lebih parah akan muncul saat fungsi ginjal sudah menurun sekitar 50 persen.

Hingga saat ini dokter dan para ahli masih belum mengetahui penyebab pasti penyakit ini. IDAI sebelumnya sempat menduga penyakit ini berhubungan dengan MIS-C atau komplikasi akibat Covid-19, namun hasil penelusuran lebih lanjut tak membuktikannya. Pasalnya, tak semua pasien ditemukan memiliki antibodi Covid-19.

Piprim mengungkapkan pihaknya bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tengah melakukan mitigasi atas kejadian gangguan ginjal akut yang progresif dan atipikal. "Biasanya gangguan ginjal akut pada anak balita itu karena kelainan bawaan, karena ginjalnya kecil, tidak terbentuk bagus. Tapi anak-anak ini sebelumnya sehat, tidak ada kelainan bawaan. Kemudian terjadi masalah ini," ujar Piprim.

Menurutnya fenomena ini masih belum konklusif atau menemukan titik terang terkait penyebabnya, sehingga perlu adanya investigasi lebih lanjut. "Jadi penyebabnya itu memang belum konklusif ya. Oleh karena itu butuh investigasi lebih lanjut." tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement