Senin 03 Oct 2022 09:43 WIB

Muhammadiyah Desak Liga 1 Dihentikan karena Alasan Keamanan Mendekati Tahun Politik

Kalau liga 1 dilanjutkan sebaiknya tak usah ada penonton.

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Kelompok suporter pendukung tim Persis Solo menyalakan lilin saat melakukan aksi Solidaritas Untuk Suporter Arema di Manahan, Solo, Jawa Tengah, Ahad (2/10/2022). Aksi tersebut sebagai aksi solidaritas antar suporter dan bentuk keprihatinan atas tragedi kerusuhan suporter sepak bola di Stadion Kanjuruhan Malang.
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Kelompok suporter pendukung tim Persis Solo menyalakan lilin saat melakukan aksi Solidaritas Untuk Suporter Arema di Manahan, Solo, Jawa Tengah, Ahad (2/10/2022). Aksi tersebut sebagai aksi solidaritas antar suporter dan bentuk keprihatinan atas tragedi kerusuhan suporter sepak bola di Stadion Kanjuruhan Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKRTA -- Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof DR Abdul Mu'ti mendesak agar pada saat ini kompetisi pertandingan sepak bola Liga 1 dihentikan. Kalaupun tetap akan dilanjutkan penontonnya pun harus dibatasi. Ini karena kerumunan penonton yang sangat banyak sehingga riskan bagi keamanan pada saat ini, terutama karena sudah mendekati tahun politik.

"Duka cita yang sangat mendalam atas tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Malang kemarin itu. Tragedi Kanjuruhan ini harus menjadi evaluasi bagi PSSI dan semua pihak terkait dengan pelaksanaan Liga 1 dan manajemen sepak bola nasional,'' kata Abdul Mu'ti, Senin pagi, (3/10/22).

Menurut Mu'ti, kalaupun Liga 1 akan tetap dilanjutkan maka perlu dibuat kebijakan baru. Hal ini, misalnya, digelar tanpa penonton.  Atau, dilanjutkan dengan penonton dibatasi.

''Permintaan kami agar Liga 1 dihentikan karena alasan keamanan dan mendekati tahun politik tersebut. Sangat riskan bila terjadi kerusuhan di saat-saat sekarang ini akibat insiden dari berkumpulnya banyak orang,'' tegas Mu'ti.

Seperti diketahui, pada Sabtu malam lalu (1/10/2022) terjadi peristiwa tragis dalam dunia sepak bola Indonesia. Kala itu ratusan orang tewas dalam kerusuhan usai terjadi pertandingan antara Arema dan Persebaya. Jumlah korban tewas masih belum jelas. Media masih menyebut beragam, ada yang menyatakan jumlah yang tewas mencapai 125 orang, ada media yang menyebut 175 dan 182 orang.

Namun, apa pun jumlahnya itu, jumlah korban dalam tagedi itu sudah menjadi salah satu rekor dalam sejarah sepak bola dunia. Banyak pihak-pihak menyebut jumlah korban menduduki posisi terbanyak kedua dalam sejarah sepak bola.

Dalam kengerian dan kerusuhan di Stadion Kanjuruhan pada malam itu pecah begitu peluit panjang tanda akhir pertandingan ditiup wasit. Entah karena apa tiba penonton yang berada di tribun stadion berbondong-bondong turun ke lapangan.

Tindakan massa itu kemudian direspons dengan tembakan gas air mata oleh aparat keamanan. Penggunaan gas air ini kemudian disebut menjadi penyebab banyaknya orang yang meninggal dunia. Padahal, dalam aturan FIFA ada ketentuan bahwa cara menangani kerusuhan yang terjadi di dalam stadion sepakbola tidak boleh menggunakan gas air mata. Presiden Jokowi pun sudah memerintahkan agar dilakukan investigasi tragedi Kanjuruhan ini. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement