Rabu 24 Aug 2022 16:08 WIB

Edukasi Kekerasan Rumah Tangga dan Anak Lewat Film

Peserta diajak untuk berdiskusi tentang film tersebut.

Rep: c02/ Red: Yusuf Assidiq
Kegiatan nonton film bersama oleh KIK dan YAPHI, Rabu (24/8/2022).
Foto: Dokumen
Kegiatan nonton film bersama oleh KIK dan YAPHI, Rabu (24/8/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Komunitas Perempuan Kuthubaru itu Kita (KIK) bekerja sama dengan Yayasan Yekti Angudi Piadeging Hukum Indonesia (YAPHI) menggelar nonton film 7 Hati 7 Wanita 7 Cinta guna edukasi jenis kekerasan seksual. Kegiatan berlangsung di Lodji Gandrung, Rabu (24/8/2022) pukul 09.30 WIB.

Ketua KIK, Maria Dhani mengatakan, kegiatan nonton film tersebut adalah ajang edukasi macam-macam jenis pelecehan seksual. Pasalnya, setelah nonton film nanti peserta akan diajak untuk berdiskusi tentang film itu sendiri.

“Harapannya dengan film dan diskusi para peserta jadi lebih mengetahui apa saja macam kekerasan seksual. Mulai dari bentuk-bentuknya baik secara ekonomi maupun verbal,” terangnya, Rabu (24/8/2022).

Tidak hanya edukasi, Maria mengatakan para perempuan juga akan diberdayakan. Mulai dari membuat makanan hingga pakaian nanti akan diajarkan kepada mereka.

“Memberdayakan perempuan artinya kalau mereka bahagia itu aktualisasi diri sekaligus sebagai salah satu pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Juga bisa menambah ekonomi keluarga tapi itu di luar kegiatan ini,” terangnya.

Sementara itu, Direktur Pelaksana YAPHI, Haryati Panca Putri mengatakan, ada beberapa temuan jenis kasus kekerasan yang didapat karena perkembangan teknologi terutama tingginya penggunaan daring. Ia mengatakan situasi pandemi 2020 memicu peningkatan penggunaan gawai dalam segala lini.

"Keterbukaan informasi di gawai itu sangat luar biasa, anak-anak biasanya meniru dalam proses di gadget itu, jadi dampaknya luar biasa," kata dia.

Peran orang tua menjadi penting dalam memberi bimbingan dalam situasi terkini. Oleh karena itu, Haryati mengatakan pola asuh orang tua juga mesti menyesuaikan

"Dari belajar melalui gawai maka memang kita sebagai orang tua harus belajar pola asuh di media sosial ini harus bijaksana sebagai orang tua. Tentunya orang tua yang tidak pernah mengajar anaknya juga merasa tertekan," katanya.

Selanjutnya, Haryati mengungkapkan, tingginya kasus itu belum termasuk dengan kasus-kasus yang selama ini tertutup. Menurut dia, masih banyak kasus yang belum tertangani, khususnya pasca pandemi.

"Ini belum dengan yang belum terlapor, jadi fenomenanya gunung es. masa pandemi meningkat dengan situasi keluarga yang tentu baru, ini tekananya juga luar biasa,Ada kenaikan sekitar 20 persen," lanjutnya.

Dari data UPT PTPAS Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat setidaknya ada peningkatan sebanyak 25 kasus sejak 2020-2021. Kebanyakan kasus kekerasan pada 2020 tercatat dari KDRT sejumlah 30, 16 di antaranya dialami perempuan dan 14 dialami oleh anak.

Sedangkan  data per Januari-Desember 2021 mencatat bahwa ada peningkatan kasus menjadi 42 kasus pada KDRT. Di antaranya 23 kasus dialami anak dan 19 kasus dialami perempuan.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement