Kamis 11 Aug 2022 17:02 WIB

Studi Akhirnya Temukan Tiga Kelompok Gejala Utama dari Long Covid

Studi temukan 'long covid' dikelompokkan menjadi tiga klaster gejala.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nora Azizah
Studi temukan 'long covid' dikelompokkan menjadi tiga klaster gejala.
Foto: www.freepik.com.
Studi temukan 'long covid' dikelompokkan menjadi tiga klaster gejala.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ahli terus mengungkap gejala dan efek jangka panjang dari long covid. Para peneliti dari King's College London di Inggris mulai melihat beberapa keteraturan dalam long covid melalui aplikasi studi kesehatan perusahaan nutrisi, ZOE.

Studi ini menemukan long covid dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis klaster gejala, yaitu neurologis, pernapasan, serta sistemik/inflamasi, dan perut. Gejala neurologis merupakan long covid yang paling sering dilaporkan pasien, termasuk anosmia/disosmia, kabut otak, sakit kepala, delirium, depresi, dan kelelahan. 

Baca Juga

Gejala pernapasan melibatkan kemungkinan kerusakan paru-paru, termasuk sesak napas parah, jantung berdebar, kelelahan, dan nyeri dada. Gejala sistemik/inflamasi dan perut, termasuk nyeri muskuloskeletal, anemia, mialgia, gangguan gastrointestinal, malaise, dan kelelahan.

Untuk penelitian ini, peneliti menganalisis data 336.652 orang yang dikumpulkan oleh Studi Gejala Covid ZOE. Dari kelompok ini, 1.459 melaporkan gejala pascacovid yang didefinisikan lebih dari 12 minggu setelah infeksi Covid-19 akut. 

Peneliti dari Boston University School of Medicine di Massachusetts, Jai Marathe menganggap penelitian ini meningkatkan pemahaman tentang sindrom pascacovid, serta siapa yang mungkin berisiko sakit berkepanjangan? Marathe tidak terlibat dalam penelitian itu.

“Sementara penelitian ini tidak menjawab semua pertanyaan, ini menyediakan kerangka kerja kuat untuk dibangun,” kata Marathe dilansir Medical News Today, Kamis (11/8/2022).

Studi, yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, telah dipublikasikan di server pra-cetak medRXiV. Para peneliti juga dapat mulai mengidentifikasi kelompok gejala yang terkait dengan varian SARS-CoV-2 dan vaksinasi. Penulis korespondensi studi dan rekan penelitian pascadoktoral di King's College London, Liane S. 

Canas mengatakan hasil menunjukkan bahwa gejala terkait dada (cluster pernapasan) pada populasi Inggris lebih jelas di antara pasien yang tidak divaksinasi, yang terinfeksi oleh bentuk awal virus (disebut sebagai varian liar). Canas melanjutkan bahwa pasien dengan varian alpha atau delta telah menunjukkan insiden gejala neurologis yang lebih tinggi, seperti anosmia dan brain fog. 

Kondisi sistemik/inflamasi dan masalah perut terkait dengan semua varian. Rata-rata, Canas mengatakan bentuk virus tipe liar telah menunjukkan prevalensi gejala yang lebih lama, 30 minggu jika dibandingkan dengan delta dan alpha masing-masing pada 24 dan 25 minggu.

Marathe menganggap temuan ini menunjukkan individu yang berjuang dengan long covid yang mengalami sesak napas parah, suara serak, kehilangan penciuman, kelelahan, delirium, anosmia, sakit kepala, dan demam berkepanjangan dan parah.

Canas mengatakan, hasil awal menunjukkan bahwa prevalensi long covid di antara pasien yang terinfeksi varian omicron jauh lebih rendah daripada varian lainnya. Sebuah artikel tentang penelitian dari ZOE mengatakan peluang mengalami long covid dari omicron adalah 20 persen hingga 50 persen lebih kecil dari varian lain, dengan kasus omicron mewakili hanya 4,4 persen dari kasus yang dipelajari dibandingkan dengan varian delta 10,8 persen kasus.

Meskipun persentase yang lebih rendah dari orang dengan infeksi Covid-19 dari varian omicron mengembangkan long covid, tetapi daya menular strain yang lebih besar berarti lebih banyak orang yang terinfeksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement