Selasa 16 Nov 2021 21:53 WIB

Aprobi: Tak Perlu Perluas Lahan Sawit untuk B50

Minyak sawit untuk ekspor bisa dialokasikan untuk biodiesel.

Pekerja memanen tandan buah segar sawit (ilustrasi). Aprobi menilai tak perlu memperluas lahan sawit untuk mengimplementasikan B40 dan B50.
Foto: ANTARA/Bayu Pratama S
Pekerja memanen tandan buah segar sawit (ilustrasi). Aprobi menilai tak perlu memperluas lahan sawit untuk mengimplementasikan B40 dan B50.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan luas kebun sawit Indonesia tidak perlu ditambah untuk implementasi biodiesel B40 sampai B50.

"Kita masih bisa menggunakan biodiesel B40 dan B50 tanpa perlu menambah luas lahan kebun sawit. Karena kita bisa mengambil dari ekspor, ini akan kita lakukan jika memang harus," kata Paulus dalam webinar "Pangan vs Energi: Menelaah Kebijakan BBN di Indonesia", Selasa (16/11).

Baca Juga

Paulus mengatakan, pada 2020 produksi minyak sawit Indonesia mencapai 51,58 juta ton. Dari nilai itu sebanyak 66 persen produksi diekspor dan 34 persen dikonsumsi di dalam negeri.

Dari jumlah sawit yang dikonsumsi di dalam negeri, sebanyak 1,69 juta ton digunakan untuk industri oleokimia dan 8,42 juta ton untuk bahan industri makanan olahan. Sementara itu, baru 7,22 juta ton atau 14 persen dari total produksi minyak sawit yang digunakan untuk bahan campuran biodiesel B30.

"Kalau kita harus mengurangi ekspor, akan kita kurangi karena kebutuhan dalam negeri harus didahulukan. Jadi lebih baik kita pakai minyak kelapa sawit ekspor untuk biodiesel daripada kita mengimpor BBM," ucap Paulus.

Pada 2021 ini, ia memperkirakan penggunaan minyak sawit akan meningkat menjadi sekitar 15,2 persen dari total produksi minyak sawit nasional. Menurutnya, saat ini pemerintah, peneliti, dan pelaku usaha juga sedang melakukan berbagai penelitian untuk mendiversifikasi campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) agar tidak hanya berasal dari minyak sawit. Bahan campuran tersebut antara lain minyak nabati yang berasal dari tebu, singkong, mikroalga, dan aren.

"Banyak sekali penelitian-penelitian yang sekarang sedang berjalan baik Pertamina dan pelaku usaha lain, kami selalu kerja sama untuk penelitian-penelitian ini," kata dia.

Untuk memastikan keberlanjutan dari industri sawit dan lingkungan, ujar dia, pemerintah dan pelaku usaha terus berupaya memperluas sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) bagi perkebunan. "Saat ini Kantor Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sedang menyiapkan ISPO Hilir dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan Indonesia Bioenergy Sustainable Indicator (IBSI)," imbuhnya.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement