Rabu 15 Sep 2021 12:53 WIB

Bahlil: Pengembangan Industri Baterai Dimulai dari Hilir

Konsorsium Hyundai akan bangun pabrik baterai kendaraan listrik berkapasitas 10 GWH.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Petugas membatu mengisi daya mobil listrik di SPBU Green Energy Station Fatmawati, Jakarta, Rabu (1/9). Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pengembangan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia dilakukan dengan konsep hilirisasi berbeda.
Foto: Prayogi/Republika.
Petugas membatu mengisi daya mobil listrik di SPBU Green Energy Station Fatmawati, Jakarta, Rabu (1/9). Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pengembangan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia dilakukan dengan konsep hilirisasi berbeda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pengembangan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia dilakukan dengan konsep hilirisasi berbeda. Hal itu karena dimulai dari sisi hilir.

"Arahan Presiden, bagaimana balikkan pikiran. Jadi berpikirnya, bukan hulunya dulu, tapi hilirnya dulu kita mainkan," kata Bahlil Lahadalia pada peletakan batu pertama pabrik Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution di Karawang, Jawa Barat, Rabu, yang disiarkan secara virtual, Rabu (15/9).

Perlu diketahui, Konsorsium Hyundai yang terdiri atas Hyundai Motor Company, KIA Corporation, Hyundai Mobis, dan LG Energy Solution, untuk bekerja sama dengan PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) akan membangun pabrik baterai kendaraan listrik (EV) di Karawang, Jawa Barat, yang dikelola oleh PT HKML Battery Indonesia. Fasilitas sel baterai senilai total 1,1 miliar dolar AS itu rencananya akan memiliki kapasitas produksi sebesar 10 Giga watt Hour (GwH), nantinya menyuplai kendaraan listrik produksi Hyundai.

Pembangunan pabrik tersebut, kata Bahlil, merupakan bagian dari keseluruhan rencana proyek baterai kendaraan listrik terintegrasi senilai 9,8 miliar dolar AS atau setara Rp 142 triliun yang telah diteken dengan Korea Selatan. Pemerintah, lanjut dia, akan membuka kerean impor bahan baku dalam pengembangan baterai kendaraan listrik untuk dua tahun pertama.

"10 GwH ini dua tahun pertama kita izinkan dulu impor bahan baku. Selebihnya ambil bahan baku dari negeri sendiri," ujarnya.

Bahlil mengatakan, dalam pengembangan industri kendaraan listrik terintegrasi itu, BUMN jadi pihak mayoritas yang akan mengelola penambangan bahan baku baterai. Lokasi smelter pun ditempatkan di Maluku Utara yang dekat stok bahan baku mineral. 

Ada pun pabrik prekursor, katoda, sel baterai hingga fasilitas daur ulang (recycle) baterai listrik, ujar dia, akan dipusatkan di Batang, Jawa Tengah. "Tambangnya BUMN yang mayoritas. Smelternya dibangun di Maluku Utara, di mana lokasi itu dekat bahan baku. Prekursor, katoda 20 GwH battery cell dan recycle dibangun di Batang yang lokasinya juga sudah siap. Insya Allah kami sekarang sedang melakukan komunikasi, kemungkinan besar akhir tahun ini pembangunan prekursor, katoda," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement