Rabu 25 Aug 2021 21:15 WIB

Komisi IV Dukung Langkah Kementan Jaga Pangan

Indonesia masih memiliki stok beras sekitar kurang lebih 7 juta ton.

Mentan Syahrul Yasin Limpo saat menyampaikan kuliah umum di Kampus Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Bogor, Selasa (24/8).
Foto: Kementan
Mentan Syahrul Yasin Limpo saat menyampaikan kuliah umum di Kampus Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Bogor, Selasa (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) menegaskan bahwa Kementeriannya hanya memiliki tugas pada peningkatan produktivitas dan budidaya. Sedangkan soal harga dan stabilisasi berada di ranah institusi lain yang memiliki kewenangan sesuai dengan undang-undang.

"Saya hanya ingin mempertegas bahwa Kementan itu adalah budidaya dan produktivitas, bapak. Sementara stabilisasinya tidak pada kami. Namun kami bisa melakukan intervensi kalau memang ada panen yang berlebih di satu daerah untuk di transfer ke daerah lain yang defisit," ujar Mentan dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Gedung Parlemen Senayan, Rabu (25/8).

Mengenai hal ini, Mentan juga mengatakan bahwa Kementerian Pertanian tidak miliki catatan rekomendasi impor beras yang keluar dari kantornya. Hal ini menyusul adanya isu Impor beras yang merebak akhir-akhir ini.

"Sampai sejauh ini di kami tidak ada catatan yang menyetujui importasi. Bahkan Presiden sendiri mempertegas bahwa beliau tidak setuju terhadap importasi. Oleh karena itu 2 tahun terakhir ini tidak ada importasi beras," katanya.

Menurut Mentan, Indonesia masih memiliki stok beras sekitar kurang lebih 7 juta ton. Angka sebanyak itu bahkan masih bisa bertambah seiring panen raya di sejumlah daerah yang terus berlangsung.

Berdasarkan data statistik yang sudah melalui uji teknologi di Kementan, maka dapat disimpulkan bahwa 12 komoditas utama, termasuk kebutuhan beras pada masa pandemi ini masih dalam kondisi aman dan terkendali. "Produktivitas kita mencukupi dan sangat sangat melimpah, dimana stok beras kita cukup, bahkan over stok untuk kebutuhan 2020/2021," katanya.

Disaat bersamaan, Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin juga mengatakan bahwa beras impor yang dimaksud kemungkinan besar adalah beras pecah atau beras matik, korea dan jepang, dimana semua persetujuan dan rekomendasinya berasal dari Kementerian Perindustrian.

"Setau saya kalau impir itu memang harus ada rekomendasi dari menteri tekait, seperti impor garam yang harus ada rekomendasi dari menteri kelautan. Tapi Kalau tidak ada surat dan persetujuan impor berarti itu ada kemungkinan besar untuk industri dan dikeluarkannya atas dasar rekomendasi Kementerian perindustrian. biasanya seperti itu," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Edward Tanur mendukung langkah Kementan dalam menjaga kebutuhan pangan dengan cara meningkatkan produktivitas.

"Kalau soal impor itu tinggal ditanyakan saja ke BPS betul apa tidak. Jadi kalau yang ngawur itu harus kita cari dan jangan ada fitnah. Yang jelas kita dukung Kementan untuk meningkatkan produktivitas," katanya.

Hal senda juga disampaikan Anggota Komisi IV lainya dari Fraksi PKS, Johan Rosihan. Menurutnya Kementan harus membuka hak jawab agar pemberitaan impor beras tidak semakin meresahkan masyarakat, terutama disaat pandemi covid 19 seperti sekarang ini."Saya kira Kementan harus diberi hak jawab agar isu impor tidak terlalu jauh dan menimbulkan keresahan," tuturnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement