Jumat 06 Aug 2021 17:40 WIB

Novel: Saya Berharap Presiden Ambil Sikap Soal KPK

Novel menyebut KPK berulang kali tak menggubris perintah hukum.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus raharjo
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) Sujanarko (kiri) didampingi penyedik senior KPK Novel Baswedan (kanan) bersama pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) mendatangi Gedung KPK Lama, Jalan Kuningan, Jakarta, Senin (17/5).  Sebanyak 75 pegawai KPK yang  dinonaktifkan akibat tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) melaporkan dugaan pelanggaran etik anggota Dewan Pengawas KPK Indrianto Seno Adji terlibat dalam proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN dengan ikut hadir saat konferensi pers pengumuman hasil tes TWK pada 5 Mei 2021 lalu.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sujanarko (kiri) didampingi penyedik senior KPK Novel Baswedan (kanan) bersama pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) mendatangi Gedung KPK Lama, Jalan Kuningan, Jakarta, Senin (17/5). Sebanyak 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) melaporkan dugaan pelanggaran etik anggota Dewan Pengawas KPK Indrianto Seno Adji terlibat dalam proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN dengan ikut hadir saat konferensi pers pengumuman hasil tes TWK pada 5 Mei 2021 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Novel Baswedan berharap Presiden Joko Widodo mengambil sikap terkait penolakan pimpinan KPK untuk menindaklanjuti evaluasi Ombudsman terkait tes wawasan kebangsaan (TWK). Dia meminta Presiden Jokowi melihat tindakan pimpinan KPK sebagai masalah serius.

"Saya berharap Pak Presiden melihat hal ini dan tidak akan membiarkan perbuatan-perbuatan demikian," kata Novel Baswedan dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (6/8).

Dia mengatakan, penolakan pimpinan KPK menjalankan perintah hukum bukanlah tindakan perdana. Dia melanjutkan, KPK sebelumnya juga pernah tidak menggubris putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) dan perintah Presiden Jokowi terkait peralihan status pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Disaat yang bersamaan, Novel berharap Ombudsman bisa memberikan desakan lebih kepada pimpinan KPK untuk melaksanakan kewajibannya. Apalagi, sambung dia, temuan maladministrasi dalam TWK merupakan masalah serius karena berkaitan dengan manipulasi, kejujuran dan integritas.

"Tapi mereka tidak terganggu. Saya melihatnya pimpinan KPK kok tidak terganggu ya, ini sebetulnya adalah sesuatu hal yang sangat luar biasa," katanya.

Lebih lanjut, Novel juga berharap dalang di balik proses alih status pegawai melalui TWK yang penuh masalah ini bisa semakin jelas. Dia melanjutkan, hal ini agar mereka yang mempunyai kepentingan melalui seleksi ini bisa diketahui.

"Semoga ke depan kita bisa mengetahui dengan lebih jelas, siapa sih yang berbuat, kepentingannya apa, dan siapa dibalik orang-orang yang punya kepentingan ini semua," katanya

Seperti diketahui, Ombudsman menemukan adanya kecacatan administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Hasil pemeriskaan terkait asasemen TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK. Ombudsman lantas mengeluarkan tindakan korektif untuk KPK.

Alih-alih melaksanakan tindakan korektif itu, KPK justru menuding Ombudsman telah melakukan pelanggaran hukum dengan memeriksa laporan 75 pegawai terhadap KPK. Lembaga antirasuah itu mengaku keberatan dengan hasil pemeriksaan Ombudsman yang menemukan kecacatan dalam seluruh proses TWK.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron berkelakar bahwa lembaga antirasuah tidak tunduk pada instansi apapun. Dia mengatakan, KPK tidak berada di bawah institusi apapun dan tidak bisa diintervensi kekuasaan manapun.

"Kami tidak ada di bawah institusi atau lembaga apapun di republik Indonesia ini, sehingga mekanisme dalam memberikan rekomendasi ke atasan, ya atasan KPK langit-langit ini," kata Ghufron sambil terkekeh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement