Selasa 27 Apr 2021 12:04 WIB

Rusia Prihatin Atas Kekerasan Myanmar

Rusia menilai Myanmar mesti mengatasi urusannya sendiri.

Demonstran muda menunjukkan simbol perlawanan tiga jari selama serangan topeng anti-kudeta di Yangon, Myanmar, Minggu, 4 April 2021. Ancaman kekerasan mematikan dan penangkapan pengunjuk rasa gagal menekan demonstrasi harian di seluruh Myanmar yang menuntut militer mundur. dan memulihkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis.
Foto: AP
Demonstran muda menunjukkan simbol perlawanan tiga jari selama serangan topeng anti-kudeta di Yangon, Myanmar, Minggu, 4 April 2021. Ancaman kekerasan mematikan dan penangkapan pengunjuk rasa gagal menekan demonstrasi harian di seluruh Myanmar yang menuntut militer mundur. dan memulihkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia prihatin atas situasi di Myanmar. Demikian disampaikan juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov pada Senin (26/4).

Peskov mengatakan, Kremlin mengikuti situasi di negara itu dengan cermat dan mengutuk tindakan kekerasan apa pun yang menyebabkan korban sipil.

Baca Juga

"Kami sangat prihatin dan mengamati dengan penuh perhatian apa yang terjadi di Myanmar. Kami mengutuk keras tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia di antara penduduk sipil," kata dia.

"Tetapi Myanmar harus mengatasi masalahnya sendiri," tambah Peskov.

Sumber, https://www.aa.com.tr/id/dunia/rusia-prihatin-atas-kekerasan-di-myanmar/2221731.

Setidaknya 751 orang tewas dalam tindakan keras militer terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta di Myanmar. Laporan itu menurut angka terbaru yang dirilis oleh kelompok pengawas HAM.

Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan, pada Ahad (25/4)  malam, sebanyak 3.431 orang ditahan dan 79 orang di antaranya dijatuhi hukuman. Kekerasan masih terus berlanjut meski para pemimpin negara Asia Tenggara (ASEAN) berkumpul pada Sabtu di Jakarta untuk membahas situasi di Myanmar.

sumber : Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement