Ahad 24 May 2020 17:43 WIB

Pengunjuk Rasa Hong Kong Disambut Gas Air Mata

China mengeklaim RUU untuk mewujudkan stabilitas.

Rep: Ferry Kisihandi/ Red: A.Syalaby Ichsan
Polisi anti huru hara membubarkan pengunjuk rasa antipemerintah di Mong Kok, Hong Kong, Ahad (10/5). Sebuah gerakan pro-demokrasi yang melumpuhkan Hong Kong selama berbulan-bulan tahun lalu telah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan kembali dalam beberapa pekan terakhir ketika ancaman virus corona mereda
Foto: REUTERS / Tyrone Siu
Polisi anti huru hara membubarkan pengunjuk rasa antipemerintah di Mong Kok, Hong Kong, Ahad (10/5). Sebuah gerakan pro-demokrasi yang melumpuhkan Hong Kong selama berbulan-bulan tahun lalu telah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan kembali dalam beberapa pekan terakhir ketika ancaman virus corona mereda

REPUBLIKA.CO.ID,HONG KONG – Polisi Hong Kong menembakkan gas air mata kepada para pengunjuk rasa, Ahad (24/5). Ribuan pengunjuk rasa, hari ini berhimpun kembali menggelar aksi massa pertama kali sejak rencana China memberlakukan secara langsung UU Keamanan di Hong Kong. 

Sejumlah foto bertebaran di media sosial menunjukkan ribuan orang berkumpul di Causeway Bay dan meneriakkan,’’ Lima tuntutan.’’ Ini terkait tuntutan kepada pemerintah termasuk penyelidikan atas kebrutalan polisi terhadap para pengunjuk rasa.

Truk-truk meriam air dan kendaraan lapis baja juga terlihat memasuki Causeway Bay. Di Distrik Wan Chai, pengunjuk rasa berupaya memblokade jalan. Langkah mereka memicu polisi menembakkan gas air mata. 

Pada Kamis (21/5) lalu, Beijing mengajukan rancangan undang-undang keamanan yang dianggap keras untuk diterapkan di Hong Kong. Langkah China ini membuat pasar keuangan bereaksi negatif dan melahirkan respons keras dari pemerintahan asing.

Protes keras juga dilontarkan lembaga-lembaga HAM internasional dan lobi bisnis. Dalam draf rancangan undang-undang keamanan ini, China bisa menempatkan badan intelijennya di Hong Kong, yang selama ini dikenal sebagai pusat keuangan global itu. 

Serangan terhadap China semakin intens pada Sabtu (23/5). Sekitar 200 figur politik dari seluruh dunia dalam pernyataan bersama menegaskan,’’Rancangan aturan itu merupakan serangan komprehensif pada otonomi dan kebebasan di Hong Kong.’’

‘’Jika komunitas internasional tak bisa mempercayai Beijing untuk memegang kata-katanya, maka warga akan melawan,’’ demikian pernyataan bersama tersebut seperti dilansir kantor berita Aljazirah, Ahad (24/5).

Upaya China juga membuat sejumlah pihak mengkhawatirkan pudarnya formula ‘’satu negara dua sistem’’ yang berlaku di Hong Kong sejak, wilayah itu kembali ke naungan China dari Inggris pada 1997 di mana China menjamin kebebasan di Hong Kong.

Gubernur Inggris terakhir untuk Hong Kong, Chris Patten, menyatakan, rancangan undang-undang tentang keamanan yang diajukan China, pelanggaran terang benderang terhadap deklarasi bersama China-Inggris dalam pengembalian Hong Kong ke China. 

Menlu China Wang Yi, menegaskan, rancangan undang-undang yang diajukan China tak akan berimbas pada kebebasan atau hak warga Hong Kong. ‘’Ini juga tak berdampak pada perusahaan-perusahaan asing di sana,’’ katanya seperti dikutip Reuters, Ahad. 

Menurut dia, daripada khawatir mestinya warga Hong Kong lebih merasa percaya diri dengan rancangan itu karena akan mewujudkan stabilitas di sana. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement