Kamis 23 Apr 2020 00:39 WIB

Vaksin Covid-19 Pertama Mungkin tak Cocok untuk Semua Usia

Inggris telah memulai percobaan vaksin Covid-19 kepada manusia.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Agus Yulianto
Neal Browning menerima suntikan dalam uji klinis studi keselamatan tahap pertama dari vaksin potensial untuk COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh coronavirus baru.
Foto: AP/Ted S. Warren
Neal Browning menerima suntikan dalam uji klinis studi keselamatan tahap pertama dari vaksin potensial untuk COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh coronavirus baru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Kesehatan Inggris bekerja sama dengan Universitas Oxford telah memulai percobaan vaksin Covid-19 kepada manusia. Meski ini terbilang kabar menggembirakan, namun dokter Hilary Jones memperingatkan bahwa vaksin coronavirus pertama yang dibuat mungkin tidak cocok untuk semua kelompok usia.

Saat ini setidaknya ada sekitar 80 kelompok peneliti di seluruh dunia yang sedang berjuang menemukan vaksin Covid-19. Menurut dokter dari acara TV Good Morning Britanian tersebut, kerja keras peneliti haruslah diapresiasi oleh semua pihak. Meski pada kenyataannya, vaksin akan siap edar pada tahun 2021 atau paling cepat akhir tahun 2020.

“Salah satu hal yang tidak kita ketahui adalah apakah vaksin akan cocok untuk semua kelompok umur,” kata Jones seperi dilansir Metro, Rabu (22/4).

Pernyataan Jones tersebut dikaitkan dengan vaksin flu musiman yang juga didesain berbeda untuk lansia, pemuda dan balita. Namun, dia tetap optimistis para peneliti akan bisa menemukan vaksin yang tepat untuk melawan virus Covid-19.

"Seperti yang Anda ketahui, setiap tahun ada flu musiman dan kita memiliki vaksin flu yang berbeda berbagai usia. Karena sistem kekebalan tubuh mereka berbeda," kata Jones.

Vaksin menjadi senjata paling ditunggu dalam perang melawan Covid-19. Mengingat, saat ini persediaan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga medis di Inggris semakin menipis.

Sebuah survei British Medical Association (BMA) mengungkap bahwa sebagian besar dokter di Inggris tidak dilindungi dengan APD yang memadai karena kehabisan pasokan.

Setidaknya 56 pekerja National Health Service (NHS) meninggal karena tertular virus corona. Jumlah aktual petugas kesehatan yang kehilangan nyawanya kemungkinan akan lebih tinggi, karena tidak semua kematian berada dalam domain publik.

“Terlalu banyak dokter dan staf layanan kesehatan yang telah kehilangan nyawa mereka. Kami tidak bisa mengambil risiko kehilangan lagi," kata Ketua Dewan BMA, Dr Chaand Nagpaul.

sumber : metro.co.uk
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement