Sabtu 14 Mar 2020 00:54 WIB

Airlangga: Belanja Stimulus untuk Atasi Covid-19

Alokasi stimulus mencakup pelebaran defisit anggaran dalam APBN hingga Rp 125 triliun

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan kepada media tentang Stimulus Kedua Penanganan Dampak Covid-19 di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2020).(Antara/Muhammad Adimaja)
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan kepada media tentang Stimulus Kedua Penanganan Dampak Covid-19 di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2020).(Antara/Muhammad Adimaja)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan total belanja yang sudah dianggarkan pemerintah untuk mengatasi dampak penyebaran Covid-19 atau virus corona mencapai Rp 160 triliun. Pelebaran defisit dilakukan untuk mendorong kinerja belanja.

"Sebanyak Rp 160 triliun, untuk paket stimulus sejauh ini," kata Airlangga dalam jumpa pers pengumuman stimulus kedua di Jakarta, Jumat (13/3).

Baca Juga

Airlangga mengatakan alokasi tersebut mencakup pelebaran defisit anggaran dalam APBN hingga Rp 125 triliun atau 0,8 persen terhadap PDB. Selain itu, total belanja itu juga terdiri dari paket stimulus jilid satu yang sudah dikeluarkan pemerintah Rp 10,3 triliun dan paket stimulus jilid kedua Rp 22,9 triliun.

"Stimulus kedua diluar bea masuk Rp 22,9 triliun, ditambah pelebaran defisit 0,8 persen setara Rp 125 triliun dan paket pertama Rp 10,2 triliun," katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan pelebaran defisit anggaran 0,8 persen dari target dalam APBN sebesar 1,76 persen dilakukan untuk mendorong kinerja belanja. Peningkatan belanja ini penting untuk menjaga daya beli masyarakat maupun mengatasi dampak penyebaran COVID-19 kepada perekonomian nasional.

"Belanja tidak kita rem, tapi penerimaan mengalami penurunan. Ini by-design karena adanya relaksasi membuat defisit membesar. Kita pastikan APBN memberikan dampak suportif kepada ekonomi," katanya.

Sri Mulyani juga memastikan pemerintah terus memantau kondisi perekonomian terkini mengingat perkembangan global sangat dinamis. Oleh karena itu, ia menegaskan penerbitan paket stimulus jilid kedua ini untuk menekan adanya risiko dan meminimalkan dampak kepada dunia usaha, korporasi maupun masyarakat.

"Untuk itu, fokus stimulus kedua adalah sektor produksi yang terkena disrupsi karena pandemik yang menyebabkan banyak industri manufaktur terhalang mendapatkan barang modal dan bahan baku," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah mengumumkan paket kebijakan jilid kedua berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah senilai Rp 8,6 triliun bagi industri pengolahan selama enam bulan. Pemerintah juga menunda pungutan PPh Pasal 22 Impor untuk 19 sektor industri pengolahan periode April-September dengan perkiraan penundaan Rp 8,15 triliun.

Selain itu, terdapat relaksasi berupa penundaan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen untuk 19 sektor industri pengolahan periode April-September dengan perkiraan pengurangan Rp 4,2 triliun. Pemerintah juga mengeluarkan stimulus fiskal berupa relaksasi pemberian restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi 19 sektor industri pengolahan dengan besaran Rp 1,97 triliun.

Dalam kesempatan ini, pemerintah juga merumuskan stimulus nonfiskal berupa penyederhanaan atau pengurangan barang larangan terbatas ekspor maupun impor untuk memperlancar arus barang. Stimulus nonfiskal lainnya adalah percepatan proses ekspor impor untuk reputable trader atau pengusaha bereputasi serta memperbaiki National Logistic Ecosystem.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement