Senin 17 Sep 2018 14:01 WIB

Pemerintah Didorong Buat Kebijakan Rokok Elektrik

Rokok elektrik banyak digunakan sebagai peralihan bagi mereka yang hendak berhenti.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Rokok elektronik
Foto: EPA
Rokok elektronik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini banyak masyarakat beralih menggunakan rokok elektrik. Rokok elektrik diklaim lebih aman untuk kesehatan.

 

Peneliti sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Dr Satriya Wibawa Suhardjo  mengungkapkan bahwa ada sekitar satu juta pengguna produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik atau vape di Indonesia. Menurutnya, jumlah ini masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan jumlah perokok.

Ia menilai seharusnya lebih banyak perokok perlu beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko. Satu faktor penting untuk membantu orang beralih, kata Dr. Satriya, adalah sebuah kerangka peraturan yang tepat.

 

“Seperti diketahui bahwa orang merokok untuk nikotin. Tetapi senyawa yang memicu berbagai penyakit kronis adalah tar. Dan pilihan yang paling baik bagi perokok utamanya adalah berhenti. Namun tidak semua perokok dapat berhenti secara langsung. Mereka cenderung merasakan banyak kesulitan dalam proses berhenti dengan berbagai macam efek withdrawal. Namun vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dapat menjadi alternatif yang dapat membantu mereka untuk berhenti secara perlahan dengan risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan rokok,” jelasnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (17/9)

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa legalitas produk tembakau alternatif oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui penetapan harga cukai merupakan kemajuan yang baik. Namun, masih memerlukan regulasi lebih lanjut agar potensi pada produk ini dapat teraplikasikan secara maksimal.

“Produk tembakau alternatif memerlukan kerangka kebijakan yang tepat dan menyeluruh. Seperti peringatan kesehatan yang berbeda untuk memperlihatkan perbedaan dalam risiko kesehatan sehingga orang tidak akan disesatkan untuk berpikir bahwa semua produk tembakau memiliki risiko yang sama," ujarnya.

Kemudian juga perlakuan pajak yang berbeda untuk mendorong perokok beralih ke produk alternatif, serta lingkup komunikasi yang lebih besar. Sehingga konsumen dapat dididik tentang manfaat potensial dari produk ini dibandingkan dengan rokok, dan dapat membuat keputusan berdasarkan informasi untuk kesehatan mereka sendiri," ucapnya lagi.

Dr. Satriya menambahkan, ia juga berharap pemerintah dapat membuat peraturan yang mendorong penelitian lokal. Semakin banyak informasi tentang produk tembakau alternatif, maka semakin banyak hal yang dapat mendorong perokok untuk beralih. “Semua informasi harus didasarkan pada penelitian yang terbukti secara ilmiah,” ujarnya.

Pembina Asosiasi Vapers Indonesia (AVI), Dimasz Jeremia menambahkan banyak pengguna vape memandang produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko kesehatan sebagai pilihan yang lebih baik. Tidak sedikit juga dari mereka menggunakan produk ini sebagai bagian dari proses untuk berhenti. "Bagaimanapun untuk dapat berhenti, perokok memerlukan bantuan serta proses yang berjangka, tidak bisa dilakukan secara instan," ujarnya.

 

Pria yang juga menjadi anggota Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR) ini mengungkapkan tidak sedikit konsumen yang akhirnya berhasil berhenti secara total setelah perlahan mengurangi kebiasaan merokok dengan beralih ke produk tembakau alternatif.

"Sebagai pengguna, kami telah merasakan langsung manfaat produk ini. Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangankan kepentingan kami dengan melihat masalah ini dari perspektif pengguna. Dengan demikian, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang tepat sehingga kami merasa punya payung perlindungan terhadap akses ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko," kata Dimasz.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement